Monday, April 13, 2015

kesulitan belajar

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat kompleks untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologis, neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga atau masyarakat. Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berbeda dalam memahami dan menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang dialami oleh seorang anak.
Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak memiliki perbedaan dalam perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi. Akan tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun setiap anak mempunyai perbedaan-perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang arang anak, yang pertama harus dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat. Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sudut pandang seperti inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah menyerah.
Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran. Ketika pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebuhan anak. Apabila hal itu dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada apa yang dibutuhkan oleh seorang anak, bukan pada apa yang diingikan oleh orang lain. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi pendidikan antara lain memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal sejalan dengan potensi yang dimilikinya.
Menurut para ahli pendidikan, setiap anak mengalami kesulitan belajar, akan menunjukkan fenomena yang beragam (heterogen), seperti hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri peserta didik itu sendiri yang disebut faktor internal, serta faktor yang didapat diluar diri peserta didik yang disebut dengan faktor eksternal.


B.            Rumusan Masalah
1.                       Apa pengertian kesulitan belajar?
2.                       Bagaimana memahami kesulitan belajar anak?
3.                       Apa sajakah faktor-faktor kesulitan belajar?
4.                       Apa sajakah jenis-jenis kesulitan belajar?
5.                       Bagaimana karakteristik kesulitan belajar?
6.                       Bagaimana gejala-gejala kesulitan belajar?
7.                       Bagaimana mengatasi kesulitan belajar?

C.           Tujuan
1.                       Mengetahui pengertian dari kesulitan belajar.
2.                       Memahami kesulitan belajar dari seorang anak.
3.                       Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar.
4.                       Mengetahui jenis-jenis kesulitan belajar.
5.                       Memahami karakteristik dari anak yang mengalami kesulitan belajar.
6.                       Memahami gejala-gejala dari kesulitan belajar.
7.                       Memahami cara-cara untuk mengatasi kesulitan belajar.











BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Kesulitan Belajar
1.    Menurut National Institute of Health, USA kesulitan belajar adalah hambatan/ gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensia dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Bahwa kesulitan belajar kemungkinan disebabkan oleh gangguan di dalam saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman dan berhitung.
2.    Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensorik motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kesulitan yang berdampak serius pada kemampuan anak didik dalam menerima pelajarannya. Kesulitan belajar tersebut berasal dari dalam diri (internal) dan dari luar (eksternal) anak didik. Yang terpenting dari hal ini adalah bagaimana guru, orang tua, dan masyarakat sekitar untuk dapat mengatasinya. Dengan demikian untuk perlu kiranya untuk mengetahui faktor-faktor apa yang melatarbelakangi sehingga kesulitan ini terjadi. Sehingga dengan pengetahuan yang ada guru, orang tua, dan masyarakat dapat mengambil tindakan yang efektif.





B.            Memahami Kesulitan Belajar Seorang Anak
1.    Kesulitan Belajar Internal
Kesulitan belajar yang bersifat internal berkaitan dengan kelainan sentral pada fungsi otak. Disiplin ilmu pendidikan tidak mempunyai kompentensi untuk menjelaskan bagaimana kelainan fungsi otak terjadi. Hal yang penting untuk dipahami adalah fenomena-fenomena apa yang muncul dan berhubungan langsung dengan aktivitas belajar sorang anak.
Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, aktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive process) dan perhatian (attention). Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada keempat aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalami kesulitan belajar yang bersifat internal.

2.    Kesulitan Belajar Eksternal
Kesulitan belajar yang bersifat eksternal (learning problem), sangat terkait dengan dua situasi. Pertama, situasi di luar dan sebelum sekolah, serta kedua terkait dengan situasi di sekolah.
a.              Situasi di Luar dan Sebelum Sekolah
Aktivitas anak di rumah berpengaruh terhadap perkembangannya. Apabila lingkungan rumah memberi peluang yang cukup bagi seorang anak untuk mendapatkan pengalaman belajar seperti mendengarkan orang tuanya membacakan dongeng, terbiasa menjawab pertanyaan dari ceritera yang telah didengarnya, mulai mengenal buku, dibiasakan untuk mengemukakan secara lisan apa yang diinginkan kepada orang tuanya, dan ada kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungan, sehingga memungkinkan seorang anak memiliki keteampilan pra-akademik.
Keterampilan pra-akademik merupakan prasyarat untuk belajar secara akademik. Keteramilan anak dalam mendengarkan misalnya merupakan prasyarat untuk belajar membaca. Anak yang memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik, tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Sebaliknya anak yang tidak memilki keterampilan mendengarkan dengan baik, akan mengalami hambatan ketika belajar membaca. Anak yang memiliki keterampilan pra-akademik akan lebih cepat dalam belajar secara akademik di sekolah dasar, dan cenderung memiliki rasa pecaya diri dan motivasi yang lebih baik dibanding dengan yang tidak (Solyster, 2004).
Sering ditemukan anak yang mengalami masalah dalam belajardi Sekolah Dasar terkait dengan tidak dikuasainya keterampilan pra-akademik. Tidak jarang anak seperti ini memiliki penghargaan diri yang rendah, dan memiliki perasaan bahwa sekolah bukan tempat yang menyenangkan. Akibat yang mungkin muncul adalah anak mengalami kesulitan dalam perilaku.

b.              Situasi di Sekolah
Proses belajar di sekolah terkait dengan elemen kurikulum, dan metode pembelajaran. Sekolah-sekolah kita pada umumnya sangat kuat perpatokan pada pencapaian target kurikulum dengan muatan yang sangat banyak. Oleh karena itu, ada kecenderungan bagi guru untuk selalu mengukur keberhasilan program pembelajaran itu dilihat dari tercapainya target kurikulum. Namun ada kenyataan lain, yang hampir luput dari perhatian guru yaitu kurangnya kesempatan untuk mengecek apakah setiap anak sudah sampai pada tingkat pemahaman konsep. Data inilah yang tidak banyak diketahui oleh guru, sehingga jika ada anak yang ternyata belum tuntas dalam memahami satu konsep pada topik tertentu sementara pembelajaran terus melangkah ke topik berikutnya yang lebih tinggi, maka sudah dapat dipastikan anak akan mengalami kesulitan untuk memahami topik yang baru itu.
Apabila situasi seperti ini berlangsung terus menerus, maka akan ada anak yang mengalami kesulitan yang bersifat kumulatif. Hal seperti ini sering terjadi pada pelajaran matematika dan bahasa. Sebagai contoh, seorang anak kelas satu Sekolah Dasar belum tuntas dalam memahami konsep bilangan, pada saat itu guru sudah melangkah ke topik tentang penjumlahan, maka sudah dapat dipastikan akan mengalami kesuliatan dalam penjumlahan. Jika konsep penjumlahan belum dikuasai tetapi pembelajaran sudah melangkah ke topik tentang pengurangan, demikian seterusnya. Anak tidak pernah memahami konsep dengan tuntas. Masalah belajar seperti inisangat banyak ditemukan di sekolah-sekolah kita.



C.           Faktor-faktor Kesulitan Belajar
1.    Faktor Internal Siswa
a.       Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi siswa.
b.      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti lebihnya emosi dan sikap.
c.       Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat indera penglihat dan pendengar.
2.    Faktor Eksternal Siswa
a.       Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan masyarakat, contohnya: teman sepermainan yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi sekolah yang dirasa tidak nyaman termasuk kondisi guru,kondisi gedung yang buruk, serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulakan kesulitan belajar siswa. Di antara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Menurut Reber, sindrom yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar, yaitu:
a.       Disleksia, yakni ketidakmampuan belajar membaca.
b.      Disgrafia, yakni ketidakmampuan belajar menulis.
c.       Diskalkulia, yakni ketidakmampuan belajar matematika/ berhitung.

Menurut Stenberg, kesulitan belajar juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini:
a.       Stroke yang terjadi akibat aliran darah ke otak mengalami hambatan.
b.      Tumor otak yg dapat mempengaruhi fungsi kognitif.
c.       Luka pada kepala akibat kecelakaan kendaraan.

Lebih luas Ahmadi menyebutkan faktor-faktor penyebab kesulitan ke dalam dua golongan, yaitu:
a.         Faktor intern (dari dalam anak itu sendiri) meliputi:
1.      Faktor fisiologi.
2.      Faktor psikologis.
b.        Faktor ekstern (dari luar anak) meliputi:
1.      Faktor-faktor sosial.
2.      Faktor-faktor non sosial.

D.           Jenis-jenis Kesulitan belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut: Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis.Menurut Sudrajat, kesulitan belajar siswa mencakup berbagai jenis yang luas yakni sebagai berikut:
a.         Kekacauan belajar (Learning Disorder)
Keadaan dimana proses belajar seserang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh: siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju, dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari.


b.        Learning Disfunction
Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh: siswa yang memiliki tubuh tinggi atletis sangat cocok menjadi atlet bola basket, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola basket, maka dia tidak menguasai permainan bola basket dengan baik.

c.         Under Achiever
Mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh: siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan yang sangat unggul (IQ = 130-140) namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

d.        Lambat belajar (Slow Learner)
Siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

e.         Ketidakmampuan belajar (Learning Disabilities)
Mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.


E.            Karakteristik Kesulitan Belajar
1.         Sejarah kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2.         Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3.         Kelainan motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4.         Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5.         Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
6.         Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.
7.         Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .







F.            Gejala-gejala Kesulitan Belajar
Siswa sering mengalami gejala-gejala yang tidak mestinya dan di luar kebiasaan. Dalam hal ini biasanya guru atau orang tua menganggap siswa tersebut malas atau bodoh dan tidak dipedulikan bahkan diasingkan. Keadaan ini tidak akan menyelesaikan masalah bahkan akan menambah parah masalah yang muncul. Oleh karena itu, guru perlu mendeteksi gejala-gejala yang ada untuk dapat memberikan solusi.
Menurut Sudrajat, kesulitan belajar dapat dimanifestasikan pada perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Beberapa perilaku yang manifestasi dari gejala-gejala kesulitan belajar, antara lain:
1.         Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang telah dicapai kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2.         Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya.
3.         Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti acuh tak acuh terhadap tugas yang diberikan.
4.         Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemarah, mudah tersinggung, dan sejenisnya.
5.         Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang telah berusaha dengan giat, namun hasilnya selalu rendah.
6.         Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas, mengganggu di dalam ataupun di luar kelas, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut Burton bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila:
1.        Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan guru (criterion reference).
2.        Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan sebagai under archiever.
3.        Tidak berhasil tingkat penguasaan materi yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya.
Dalam situs yang dikeluarkan oleh Learning Disabilities Association of America menyebutkan bahwa gejala-gejala yang sering timbul bagi anak dengan kesulitan belajar bervariasi dan tergantung pada usia anak, seperti berikut:
a.       Pada usia pra-sekolah.
b.      Pada usia sekolah.
c.       Pada usia remaja dan dewasa.


G.           Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, seperti proses Weener dan Senf sebagaimana yang dikutip Syah sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2.      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3.      Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4.      Memeriksa tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.      Memberikan tes kemampuan intelegensia (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Secara umum, langkah-langkah di atas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru (kecuali no. 5 tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru harus berhubungan langsung dengan klinik psikologi.
Banyak alternatif yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagaimana yang dikemukakan Syah (2000:175) sebagai berikut:
1.        Menganalisa hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
2.        Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan.
3.        Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
4.        Melaksanakan program perbaikan.



BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Pada dasarnya anak memiliki kemampuan, walaupun kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. Pada tingkat pendidikan dasar kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada salah satu kemampuan tersebut dapat mengganggu kemampuan yang lain.  Dengan demikian, apa yang sering dilakukan baik sebagai orang tua ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian. Sebab, sebagaimana diketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan belajar tersebut.

B.            Saran
Saran yang dapat diberikan penulis untuk para guru dan orang tua yang memiliki permasalahan mengenai kesulitan belajar yakni sebagai berikut:
1.        Guru harus memiliki pengetahuan mengenai apa yang dimaksud sebagai kesulitan belajar yang dihadapi peserta didiknya baik mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, gejala-gejala awal, maupun cara untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut.
2.        Orang tua jangan dengan mudahnya menganggap anaknya bodoh ataupun malas. Seharusnya orang tua harus melihat permasalahan yang mungkin dialami oleh anaknya baik di sekolah ataupun dari faktor lingkungan. Sehingga, anak mau untuk berkembang dengan diberikan bimbingan yang baik dari orang tua untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi.



DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Sternberg, Robert, Penerjemah Yudi Santoso. 2008. Psikologi Kognitif, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Syamsuddin, Abin. 2003. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.


bd