BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang
memiliki kepekaan, mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri
sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan
layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut,
dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja,
melainkan harus siinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu.
Pengetahuan juga bukan merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses
yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat
menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang
diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan tidak begitu saja
dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik
tersebut. Peran guru dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan, tetapi
hanya sebagai fasilitator, yang menyediakan stimulus baik berupa strategi
pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika peserta didik, mengalami kesulitan
belajar, ataupun menyediakan media dan materi pembelajaran agar peserta didik
itu merasa termotivasi, tertarik untuk belajar sehingga pembelajaran menjadi
bermakna dan akhirnya peserta didik tersebut mampu mengkontruksi sendiri
pengetahuannya.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami membahas
mengenai pengertian kontruktivisme, prinsip-prinsip kontruktivisme, metode
kontruktivisme dan aplikasi dari teori belajar kontruktivisme.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan pengertian dari kontruktivisme ?
2.
Jelaskan prinsip-prinsip kontruktivisme ?
3.
Bagaimana metode kontruktivisme ?
4.
Bagaimana aplikasi dari teori belajar dari pendekatan
kontruktivisme ?
C.
Tujuan
-
Untuk menjelaskan pengertian dari kotruktivisme
-
Untuk mengetahui prinsip-prinsip kotruktivisme
-
Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam
kotruktivisme
-
Dapat menjelaskan aplikasi dari teori belajar dari
pendekatan kotruktivisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Kontruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap
orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang
belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil
belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan
strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil
belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata
pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau
pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap
fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan
keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme
bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan
melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain
seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan
setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh
setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih
lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
B. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme
yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.
Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
2.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.
Murid aktif megkontruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.
Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.
Menghadapi masalah yang relevan
dengan siswa.
6.
Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.
Mmencari dan menilai pendapat siswa.
8.
Menyesuaikan kurikulum untuk
menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling
penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang
guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana
tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
penemuan.
C. Metode Teori
Konstruktivisme
Metode
Konstruktivisme
:
a. menyediakan
pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi
pengetahuan
b. pembelajaran
dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata
c. pembelajaran
dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai
d. memotivasi
peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran
e. pembelajaran
dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik
f. pembelajaran
menggunakan barbagia sarana
g. melibatkan
peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta
didik
D. Aplikasi Teori Belajar
Kontruktivisme
Skema
Pembelajaran Berdasar Teori Konstruktivistik
Aplikasi
Konstruktivistik :
Peranan
Siswa (Si-Belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan
suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh
siswa belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang
dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang
optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah
lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada
siswa.
Paradigma
konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan
awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar
dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan
awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru,
sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
Peranan
Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu
agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih
memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat
mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemauannya.
Peranan
kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
1. Menumbuhkan
kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2. Menumbuhkan kemampuan mengambil
keputusan dan bertindak, dengan menigkatkan
pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3. Menyediakan
sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk
berlatih.
Sarana
belajar. Pendekatan
konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas
lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan
untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri,
memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
Evaluasi
belajar. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang
didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi
belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara
pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis konstruktivistik.
Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis,
sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah
pada konstruktivistik. Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan,
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan
tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan
pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur
dunia nyata tersebut, sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan
para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan
kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya.
Pandangan
konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang.
Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya.
Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang
mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan
yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa.
Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting
dalam menginterpretasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata,
dimana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara
individual.
Teori
belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat menginterpretasikan
informasi kedalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan
mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya.
Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi
konseptual dunia eksternal. Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual,
bagaimana mengevaluasinya?
Evaluasinya
belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan
belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free
evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada
tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi
informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum
proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah.
Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran.
Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas
belajar siswa.
Pembelajaran
dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe
obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil
belajar konstruktivistik lebih cepat dinilai dengan metode
evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil
belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi
tujuan-tujuan konstruktivistik.
Bentuk-bentuk
evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik,
mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi
seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merril, atau “strategi kognitif” dari
Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman
siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai
perspektif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Prinsip-prinsip teori belajar kontruktivisme guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa. Metode yang dipakai
diantaranya memotivasi peserta didik untuk aktif dalam
pembelajaran, pembelajaran
menggunakan barbagia sarana
dan pembelajaran
dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai. Peranan Siswa
(Si-Belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan. Peranan
Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu
agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.
B.
Daftar Pustaka
No comments:
Post a Comment