Setelah
saya “jalan-jalan” di dunianya Mbah Google dengan mengetikan kata kunci PR buat
siswa, saya menemukan artikel yang pro dan kontra tentang perlunya PR
(pekerjaan rumah) buat siswa. Ada artikel yang menyatakan bahwa siswa itu tidak
perlu diberikan PR dengan alasan kalau anak diberikan PR, maka anak tidak dapat
bermain dan bersosialisasi dengan tetangga. Itu artikel yang kontra, sedangkan
artikel yang
Pemanfaatan Tugas – Tugas Pribadi Yang Didapat Dalam Lingkup Sekolah Maupun Kampus, SEMOGA BERMANFAAT....
Labels
- ARTIKEL (7)
- SEMESTER 4 (8)
- SEMESTER 5 (3)
- TUGAS KULIAH SEMESTER 1 (22)
- TUGAS KULIAH SEMESTER 3 (3)
- TUGAS SEKOLAH (SMA) (5)
Wednesday, December 18, 2013
Arti penting dari tugas
Apabila mendapatkan tugas – tugas dari sekolah
maupun tugas – tugas dari kampus janganlah selalu mengelu ,apalagi frustasi
sebelum berusaha mengerjakan tugas tersebut. Alangkah baiknya tugas – tugas
tersebut cermati terlebih dahulu, kemudian berusaha untuk mengerjakan dengan sebaik
mungkin. Karena pada dasarnya manusia itu tidaklah ada yang bodoh, hanya saja
mereka hanya malas untuk memulai, itulah
yang terpenting.
Perbedaan tugas kuliah dengan tugas sekolah
http://pustakakehidupanku.wordpress.com/2011/07/23/perbedaan-sekolah-dan-kuliah/
Kuliah merupakan sebuah fase pendidikan yang mempunyai
lompatan kondisi yang signifikan dengan fase pendidikan sebelumnya yakni
Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan yang sejenisnya. Tidak seperti
perpindahan fase pendidikan dari jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),
PENGARAHAN TUGAS PADA BLOG
Pengarahan tugas pada blog
Pada dasarnya setiap pekerjaan pasti ingin agar
karya yang sudah dihasilkan ingin untuk dihargi dan selalu di ingat, karena
suatu pekerjaan tersebut adalah hasil kerja keras si pembuat karya. Akan
tetapi, banyak orang tidak tau apa yang harus mereka perbuat dengan pekerjaan
mereka yang sudah dinilai oleh dosen ataupun oleh guru.
Tugas kuliah
Mahasiswa memang sudah sewajarnya disibukkan dengan berbagai tugas
kuliah karena ketika anda menjadi seorang mahasiswa tentunya berbeda
dengan seorang siswa. Mungkin ketika anda masih duduk di bangku SMA
kegiatan yang anda lakukan lebih dominan di kelas dalam kegiatan belajar
mengajar tetapi ketika anda dudukdi bangku kuliah, anda dituntut lebih
mandiri yakni dengan adanya pemberian berbagai macam tugas. Oleh karena
itu, penting bagi anda memahami terlebih dahulu beberapa tips
mengerjakan tugas kuliah khususnya bagi anda calon mahasiswa baru agar
tidak kerepotan.
Monday, December 16, 2013
LAPORAN BIOLOGI
Percobaan
Enzim Katalase Pada Ekstrak Hati Ayam
2.Tujuan :
1. Mengetahui peranan enzim katalase
2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kerja enzim
katalase
3. Mengetahui organ dalam dan jaringan yang mengandung enzim
katalase
3.Dasar
Teori
Enzim katalase terdapat hampir di
semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel bagian badan mikro, yaitu
Peroksisom. Organ yang paling dominan menghasilkan enzim ini adalah bagian hati
(lever). Bagi
Fluida Pada Tekanan
Fluida
Pada Tekanan
II.
Tujuan
-
Untuk
mengetahui konsep tekanan hidrostatis dalam kehidupan sehari - hari
III.
Dasar Teori
Fluida
diartikan sebagai suatu zat yang dapat mengalir. Istilah fluida mencakup zat
cair dan gas karena zat cair seperti air dan zat gas seperti udara dapat
mengalir. Zat padat seperti batu atau besi tidak dapat mengalir sehingga tidak
bisa digolongkan dalam fluida. Air merupakan salah satu contoh zat cair. Masih
ada contoh zat cair lainnya seperti minyak pelumas, susu, dan sebagainya. Semua
zat cair itu dapat dikelompokan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat
mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain.
MAKALAH KELOMPOK LANDASAN PENDIDIKAN" INOVASI PENDIDIKAN"
INOVASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah Landasan
Pendidikan
Dosen Pengampu
Dr. Erni Roesminingsih,
M.si
Dr. Karwanto, M.pd
Oleh:
Cici Hizwati ( 131714033 )
Desi Natania
( 131714048 )
Desi Novitasari ( 131714076 )
Ely Rahmawati ( 131714080 )
Eko Cahyo H ( 131714037 )
Erni Trisnawati (131714005 )
Fitri Mayansari (131714077 )
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
PROGAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Oktober, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah landasan
pendidikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami
berterima kasih pada :
1.
Dr. Erny Roesminingsih M.Si
selaku ketua prodi manajemen pendidikan dan dosen mata kuliah landasan
pendidikan.
2.
Dr. Karwanto M.Pd selaku
dosen mata kuliah landasan pendidikan.
3.
Teman-teman yang ikut
berpartisipasi dalam membuat makalah landasan pendidikan ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kemajuan
pendidikan di masa depan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas
ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya Makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.
Surabaya, 28 September 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
ABSTRAK ........................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
2
Latar Belakang ...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4
A. Konsep Perubahan dan Inovasi ....................................................................................... 4
B. Pengertian Inovasi ............................................................................................................ 5
C. Tujuan Inovasi .................................................................................................................. 10
D. Siklus Inovasi ................................................................................................................... 11
E. Masalah-masalah Yang Menuntut Diadakan Inovasi ....................................................... 12
F. Berbagai Upaya Inovasi Di Indonesia .............................................................................. 13
G. Perubahan dan Pembaharuan Sistem Progam .................................................................. 45
H. Tahap-tahap Adopsi Inovasi Pendidikan ......................................................................... 46
I. Pengambilan Keputusan Dalam Inovasi Pendidikan ........................................................ 47
J. Kendala-Kendala
Dalam Inovasi Pendidikan .................................................................. 48
K. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Inovasi
Untuk Menghindari
Penolakan ......................................................................................... 49
BAB
III PENUTUP ............................................................................................................. 53
Simpulan
............................................................................................................................... 53
Saran
..................................................................................................................................... 54
DAFTAR
RUJUKAN .......................................................................................................... 55
INOVASI
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Cici Hizwati
Desi Natania
Desi Novitasari
Ely Rahmawati
Eko Cahyo H
Erni Trisnawati
Fitri Mayansari
ABSTRAK
Inovasi dapat diartikan usaha
menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan. Dalam kaitan ini
inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode
yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat). Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan
masalah.
Dalam inovasi pendidikan, secara
umum dapat diberikan dua buah model inovasi yang baru yaitu: Pertama “top-down
model” yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai
pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan, seperti halnya inovasi
pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Kedua “bottom-up
model” yaitu model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan
dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu
pendidikan.
Disamping kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal lain yang muncul tatkala membicarakan inovasi pendidikan yaitu: a). kendala-kendala, termasuk resistensi dari pihak pelaksana inovasi seperti guru, siswa, masyarakat dan sebagainya, b). faktor-faktor seperti guru, siswa, kurikulum, fasilitas dan dana c). lingkup sosial masyarakat.
Disamping kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal lain yang muncul tatkala membicarakan inovasi pendidikan yaitu: a). kendala-kendala, termasuk resistensi dari pihak pelaksana inovasi seperti guru, siswa, masyarakat dan sebagainya, b). faktor-faktor seperti guru, siswa, kurikulum, fasilitas dan dana c). lingkup sosial masyarakat.
Kata-kata kunci: Inovasi Pendidikan, Top- down Model,
Bottom-up Model, Departemen Pendidikan Nasional, resistensi, kurikulum, lingkup
sosial masyarakat
10 MASALAH DALAM BIDANG ATAU MANAJEMEN PENDIDIKAN
10 MASALAH DALAM BIDANG ATAU MANAJEMEN PENDIDIKAN
10 MASALAH
DALAM BIDANG ATAU MANAJEMEN PENDIDIKAN
1. Filosofi Tujuan Pendidikan masih semu
Filosofi pendidikan yang ada pada
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas terkonsentrasi pada aktivitas
guru, dosen atau pendidik. Filosofi pendidikan yang demikian akan menelikung
kemampuan kreativitas peserta didik dan pedagoginya cenderung bersifat naratif
dan indoktrinatif.
Filosofi Tujuan Pendidikan
Nasional seharusnya : mendampingi dan mengantar peserta didik kepada
kemandirian, kedewasaan, kecerdasan, agar menjadi manusia profesional (artinya
memiliki keterampilan (skill), komitmen pada nilai-nilai dan semangat dasar
pengabdian/pengorbanan) yang beriman dan bertanggung jawab akan kesejahteraan dan
kemakmuran warga masyarakat, nusa dan bangsa Indonesia
2.
Pola Fikir pendidik dan tenaga kependidikan
cenderung financial oriented
Anggaran Pendidikan 20 % belum
tentu menjamin kualitas pendidikan ini lebih baik, selama pendidik dan tenaga
kependidikan bekerja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Yang terjadi sekarang dengan melimpahnya materi untuk jabatan pendidik
terkesan justru meninabobokan mereka. Mereka
berfikir bagaimana supaya gaji besar dan jarang yang berfikir bagaimana memperbaiki
kualitasnya sebagai bentuk feedback dari semua fasilitasnya sebagai pendidik. Adanya
sertifikasi guru belum tentu menjamin guru itu terpanggil untuk memperbaiki
kualitasnya.
3.
Paradigma Tujuan pendidikan dimasyarakat masih
banyak yang salah.
Masyarakat terutama di pedesaan masih berparadigma
bahwa pertama, tujuan pendidikan adalah untuk mendapatkan pekerjaan semata bukan untuk
mendewasakan peserta didik, kedua, masih banyak masyarakat yang
berpandangan bahwa ukuran kesuksesan dari pendidikan adalah menjadi PNS, jadi
meskipun ia berhasil dalam bidang materi namun tidak menjadi PNS/ berseragam
dinas mereka menganggap bahwa pendidikannya telah gagal. Paradigma tujuan
pendidikan yang masih memprihatinkan meskipun terkesan sepele namun cukup fatal
karena akan membentuk pola fikir anak didik yang salah pula.
4.
Paradigma peserta didik yang sertificate
oriented
Paradigma ini masih melekat
dalam benak kebanyakan peserta didik, mereka masih berfikir bahwa sekolah ini
hanyalah untuk mendapatkan pekerjaan yang bersifat formal semata. Masalah lebih serius lagi ketika mereka
beranggapan bahwa pekerjaan itu bisa mudah dengan selembar ijazah, Implikasinya
adalah mereka menganggap bahwa ijazah kelulusan adalah segala-galanya,
konsekwensinya adalah mereka tidak belajar serius selama proses pendidikannya
dan tidak memilki kualitas, apalagi untuk belajar seumur hidup. sehingga mereka
berfikir bagaimana saya supaya lulus ujian bukan bagaimana supaya memilki
kompetensi dan skill.
5. Manajemen pendidikan di Indonesia Tidak berbasis kompetensi yang sebenarnya
Kalimat kompetensi yang saat ini
banyak tersurat dalam sistem pendidikan dan dalam proses kegiatan belajar
mengajar (KBM), dipandang masih bersifat bias, tidak mengena dan tampak hanya
tekstual semata tidak pada essensi yang sebenarnya. Hal ini sangat tampak
terlihat jika melihat kasus-kasus seperti ini, jangankan lulusan SMA/SMK orang
yang sarjana pun bingung sebenarnya dia bisa apa, punya kompetensi apa, apakah
kompeten dalam bidangnya atau tidak, ditambah lagi ketika mereka melanjutkan ke
perguruan tinggi tanpa mempertimbangkan potensi diri dan kompetensi yang sudah
ia miliki. Satu refleksi
kegagalan pendidikan yang sangat fatal, dimana pendidikan sebnarnya tidak
berbasis kompetensi yang sebenarnya.
6. Implementasi manajemen pendidikan kan dalam Simbolisme verbal dan tekstual.
Ini berkaitan dengan maslah
kultur dimana pendidik dan tenaga kependidikan menganggap bahwa ia hanyalah
melakukan tugas secara formal dan rutinitas dan berkaitan pula dengan masalah
SDM nya yang kurang berkualitas. Jangankan
dalam melaksanakan inovasi pendidikan, dalam mengimplementasikan manajemen yang
ada pun mereka masih berprinsip asal melaksanakan. Sehingga ia
mengimplementasikannya itu hanyalah sebatas simbolisme verbal dan tekstual
semata yang penting melaksanakan tuntutan aturan yang ada namun bekerja seperti
biasa saja seadanya.
7. Pendidikan tidak berbasis Cita-Cita peserta didik
Masalah yang paling fatal dalam
pendidikan kita adalah sampai saat ini pendidikan kita sama sekali tidak dengan
sesungguhnya ingin mencerdaskan dan ingin mendidik supaya generasi muda
mendapatkan masa depan yang jelas. Manajemen pendidikan kita belum
memperhatikan dan belum menganggap penting untuk mengembangkan anak sesuai dengan
potensinya. Harus diakui bahwa peserta
didik kita mayoritas sama sekali tidak memiliki cita-cita untuk menjadi apa
kelak, meskipun ada yang yang punya mungkin itu bersifat semu dan hanya
pengakuan verbal semata. Yang terjadi adalah mereka belajar secara ngambang dan
tidak memiliki arah yang jelas yang penting berangkat sekolah. Satu hal lagi
yang lebih penting adalah manajemen pendidikan kita tidak mengarahkan anak
untuk mewujudkan cita-citanya namun bagaimana anak supaya bisa menghapal semua
materi pelajaran tanpa terkecuali.
8.
Sistem Kurikulum yang gemuk dan
tidak berbasis potensi.
Masalah yang tidak kalah pelik
dalam sistem pendidikan kita adalah kurikulum bersifat gemuk dan tidak berbasis
potensi peserta didik, manajemen kita
memaksakan anak untuk menguasasi seluruh materi yang dikurikulumkan, tidak
pernah mempertimbangkan apakah materi tersebut sesuai dengan potensinya atau
tidak. Sehingga yang terjadi adalah peserta didik hanya dijadikan objek
penderita yang seperti robot. Konsekwensinya adalah peserta didik berkembang
bukan berdasarkan potensinya namun seolah-olah karena keterpaksaan.
9. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurang Inovatif.
Ketika Pendidik dan tenaga
kependidikan masih berpolafikir bahwa tugasnya adalah mengajar, bekerja hanya
melaksanakan tugas dan rutinitas semata, maka
akan sulit lingkungan pendidikan itu berubah menjadi lebih baik. Mereka
justru tidak merasa berkewajiban untuk melakukan inovasi manajemen pendidikan
supaya hasil pendidikannya jauh lebih baik.
10. Sistem seleksi
CPNS tidak berbasis kompetensi bidang studi
Disinilah mungkin awal mula
keterpurukan dunia pendidikan kita, seleksi
CPNS keguruan sampai saat ini tidak berbasis kompetensi bidang studi, namun
dengan sistem generalisasi, semua disamakan. Akibatnya peluang CPNS
Keguruan yang lolos bukan berdasarkan kompetensinya sangat terbuka.
Masalah pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian
khusus adalah kurangnya seorang pengajar ataupun orang tua dalam mengenali, dan
menggali potensi sorang anak. Seringkali para pendidik dan orang tua memaksakan
kehendak tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswa / anak sehingga membuat sorang anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu.
proses yang baik adalah memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. itu
harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kemajuan suatu negara, seperti
ada dibuku yang pernah saya baca berjudul "Why Asians Are Less Creative
than Western" karangan seorang profesor dari University of Queensland
bernama Prof. Aik Kwang. dalam buku tersebut memang tidak dituliskan negara
tertentu tetapi menurut saya ada beberapa point yang dapat mencerminkan kondisi
pendidikan di Indonesia, seperti
· Di Indonesia, pendidikan
identik dengan hafalan berbasi "kunci jawaban", bukan pada
pengertian. Ujian Nasional, tes masuk perguruan tinggi, dll, semua berbasis
hafalan. sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu
pasti dan ilmu hitung lainnya, bukan diarahkan untuk memahami dan bagaimana
menggunakan rumus - rumus tersebut.
· Karena berbasis hafalan, murid - murid disekolah di Indonesia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
· Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Indonesia bisa menjadi juara dalam Olympiade Fisika dan MAtematika tapi hampir tidak pernah ada orang Indonesia yang memenangkan Nobel atau hadiah Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreatifitas.
A. Beberapa Maslah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Mahalnya Biaya pendidikan
· Karena berbasis hafalan, murid - murid disekolah di Indonesia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
· Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Indonesia bisa menjadi juara dalam Olympiade Fisika dan MAtematika tapi hampir tidak pernah ada orang Indonesia yang memenangkan Nobel atau hadiah Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreatifitas.
A. Beberapa Maslah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Mahalnya Biaya pendidikan
Walaupun dibeberapa daerah sudah ada bantuan pendidikan bahkan sampai membebaskan biaya pendidikan tapi program tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh warga negara di Indonesia sehingga banyak anak atau calon siswa yang kurang beruntung dapat menikmati pendidikan. masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan memberikan anggaran lebih dalam bidang pendidikan sehingga biaya pendidikan bisa murah atau bahkan gratis.
2. Rendahnya pemerataan pendidikan
Mungkin bagi saya yang hidup dikota besar merasa beruntung begitu banyaknya fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar, tapi bagi warga lain yang hidup jauh dari pusat kemajuan seperti kita ambil contoh dipedalaman papua, masih sedikit fasilitas dan tenaga pengajar sehingga pemerataan pendidikan tidak bisa maksimal. untuk mengatasi masalah ini adalah sama dengan point pertama yaitu menambah anggaran dibidang pendidikan sehingga dapat membangun fasilitas pendidikan dan mengirimkan guru kedaerah yang masih sedikit atau bahkan belum terjangkau fasilitas pendidikan.
3. Rendahnya Kualitas Guru
Bukan bermaksud untuk menghina atau mencela profesi seorang guru, tapi dijaman yang akses Informasi dan Teknologi yang berkembang pesat ini Guru dituntut untuk mengikuti perkembangan dan tren pendidikan, sekarang sumber informasi tidak hanya bisa didapat dari buku, atau berita, tapi sumber lain seperti Internet dan Media sosial mempunyai pengaruh besar dalam menyebarkan Informasi dan berita baru tentang pendidikan sehingga sering terjadi seorang siswa lebih "pintar" daripada Gurunya. hal ini dapat diselesaikan dengan memberikan pengenalan, pelatihan untuk dapat menggunakan media-media Informasi dan teknologi yang sedang berkembang sekarang.
B. Siapakah seharusnya yang paling berperan untuk melakukan perbaikan dalam dunia pendidikan adalah Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, Guru / tenaga pengajar sebagai pengarah dan pendorong bakat dan minat siswa dan orang tua yang berperan untuk mengenali bakat, minat dari seorang anak.
Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya
Hingga saat ini masalah pendidikan masih
menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan
Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun
tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69 dari 127 negara dan
merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang
dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan
Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).
MASALAH DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
10 MASALAH DALAM BIDANG ATAU MANAJEMEN PENDIDIKAN
10 MASALAH
DALAM BIDANG ATAU MANAJEMEN PENDIDIKAN
1. Filosofi Tujuan Pendidikan masih semu
Filosofi pendidikan yang ada pada
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas terkonsentrasi pada aktivitas
guru, dosen atau pendidik. Filosofi pendidikan yang demikian akan menelikung
kemampuan kreativitas peserta didik dan pedagoginya cenderung bersifat naratif
dan indoktrinatif.
Filosofi Tujuan Pendidikan
Nasional seharusnya : mendampingi dan mengantar peserta didik kepada
kemandirian, kedewasaan, kecerdasan, agar menjadi manusia profesional (artinya
memiliki keterampilan (skill), komitmen pada nilai-nilai dan semangat dasar
pengabdian/pengorbanan) yang beriman dan bertanggung jawab akan kesejahteraan dan
kemakmuran warga masyarakat, nusa dan bangsa Indonesia
2.
Pola Fikir pendidik dan tenaga kependidikan
cenderung financial oriented
Anggaran Pendidikan 20 % belum
tentu menjamin kualitas pendidikan ini lebih baik, selama pendidik dan tenaga
kependidikan bekerja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Yang terjadi sekarang dengan melimpahnya materi untuk jabatan pendidik
terkesan justru meninabobokan mereka. Mereka
berfikir bagaimana supaya gaji besar dan jarang yang berfikir bagaimana memperbaiki
kualitasnya sebagai bentuk feedback dari semua fasilitasnya sebagai pendidik. Adanya
sertifikasi guru belum tentu menjamin guru itu terpanggil untuk memperbaiki
kualitasnya.
3.
Paradigma Tujuan pendidikan dimasyarakat masih
banyak yang salah.
Masyarakat terutama di pedesaan masih berparadigma
bahwa pertama, tujuan pendidikan adalah untuk mendapatkan pekerjaan semata bukan untuk
mendewasakan peserta didik, kedua, masih banyak masyarakat yang
berpandangan bahwa ukuran kesuksesan dari pendidikan adalah menjadi PNS, jadi
meskipun ia berhasil dalam bidang materi namun tidak menjadi PNS/ berseragam
dinas mereka menganggap bahwa pendidikannya telah gagal. Paradigma tujuan
pendidikan yang masih memprihatinkan meskipun terkesan sepele namun cukup fatal
karena akan membentuk pola fikir anak didik yang salah pula.
4.
Paradigma peserta didik yang sertificate
oriented
Paradigma ini masih melekat
dalam benak kebanyakan peserta didik, mereka masih berfikir bahwa sekolah ini
hanyalah untuk mendapatkan pekerjaan yang bersifat formal semata. Masalah lebih serius lagi ketika mereka
beranggapan bahwa pekerjaan itu bisa mudah dengan selembar ijazah, Implikasinya
adalah mereka menganggap bahwa ijazah kelulusan adalah segala-galanya,
konsekwensinya adalah mereka tidak belajar serius selama proses pendidikannya
dan tidak memilki kualitas, apalagi untuk belajar seumur hidup. sehingga mereka
berfikir bagaimana saya supaya lulus ujian bukan bagaimana supaya memilki
kompetensi dan skill.
5. Manajemen pendidikan di Indonesia Tidak berbasis kompetensi yang sebenarnya
Kalimat kompetensi yang saat ini
banyak tersurat dalam sistem pendidikan dan dalam proses kegiatan belajar
mengajar (KBM), dipandang masih bersifat bias, tidak mengena dan tampak hanya
tekstual semata tidak pada essensi yang sebenarnya. Hal ini sangat tampak
terlihat jika melihat kasus-kasus seperti ini, jangankan lulusan SMA/SMK orang
yang sarjana pun bingung sebenarnya dia bisa apa, punya kompetensi apa, apakah
kompeten dalam bidangnya atau tidak, ditambah lagi ketika mereka melanjutkan ke
perguruan tinggi tanpa mempertimbangkan potensi diri dan kompetensi yang sudah
ia miliki. Satu refleksi
kegagalan pendidikan yang sangat fatal, dimana pendidikan sebnarnya tidak
berbasis kompetensi yang sebenarnya.
6. Implementasi manajemen pendidikan kan dalam Simbolisme verbal dan tekstual.
Ini berkaitan dengan maslah
kultur dimana pendidik dan tenaga kependidikan menganggap bahwa ia hanyalah
melakukan tugas secara formal dan rutinitas dan berkaitan pula dengan masalah
SDM nya yang kurang berkualitas. Jangankan
dalam melaksanakan inovasi pendidikan, dalam mengimplementasikan manajemen yang
ada pun mereka masih berprinsip asal melaksanakan. Sehingga ia
mengimplementasikannya itu hanyalah sebatas simbolisme verbal dan tekstual
semata yang penting melaksanakan tuntutan aturan yang ada namun bekerja seperti
biasa saja seadanya.
7. Pendidikan tidak berbasis Cita-Cita peserta didik
Masalah yang paling fatal dalam
pendidikan kita adalah sampai saat ini pendidikan kita sama sekali tidak dengan
sesungguhnya ingin mencerdaskan dan ingin mendidik supaya generasi muda
mendapatkan masa depan yang jelas. Manajemen pendidikan kita belum
memperhatikan dan belum menganggap penting untuk mengembangkan anak sesuai dengan
potensinya. Harus diakui bahwa peserta
didik kita mayoritas sama sekali tidak memiliki cita-cita untuk menjadi apa
kelak, meskipun ada yang yang punya mungkin itu bersifat semu dan hanya
pengakuan verbal semata. Yang terjadi adalah mereka belajar secara ngambang dan
tidak memiliki arah yang jelas yang penting berangkat sekolah. Satu hal lagi
yang lebih penting adalah manajemen pendidikan kita tidak mengarahkan anak
untuk mewujudkan cita-citanya namun bagaimana anak supaya bisa menghapal semua
materi pelajaran tanpa terkecuali.
8.
Sistem Kurikulum yang gemuk dan
tidak berbasis potensi.
Masalah yang tidak kalah pelik
dalam sistem pendidikan kita adalah kurikulum bersifat gemuk dan tidak berbasis
potensi peserta didik, manajemen kita
memaksakan anak untuk menguasasi seluruh materi yang dikurikulumkan, tidak
pernah mempertimbangkan apakah materi tersebut sesuai dengan potensinya atau
tidak. Sehingga yang terjadi adalah peserta didik hanya dijadikan objek
penderita yang seperti robot. Konsekwensinya adalah peserta didik berkembang
bukan berdasarkan potensinya namun seolah-olah karena keterpaksaan.
9. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurang Inovatif.
Ketika Pendidik dan tenaga
kependidikan masih berpolafikir bahwa tugasnya adalah mengajar, bekerja hanya
melaksanakan tugas dan rutinitas semata, maka
akan sulit lingkungan pendidikan itu berubah menjadi lebih baik. Mereka
justru tidak merasa berkewajiban untuk melakukan inovasi manajemen pendidikan
supaya hasil pendidikannya jauh lebih baik.
10. Sistem seleksi
CPNS tidak berbasis kompetensi bidang studi
Disinilah mungkin awal mula
keterpurukan dunia pendidikan kita, seleksi
CPNS keguruan sampai saat ini tidak berbasis kompetensi bidang studi, namun
dengan sistem generalisasi, semua disamakan. Akibatnya peluang CPNS
Keguruan yang lolos bukan berdasarkan kompetensinya sangat terbuka.
Masalah pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian
khusus adalah kurangnya seorang pengajar ataupun orang tua dalam mengenali, dan
menggali potensi sorang anak. Seringkali para pendidik dan orang tua memaksakan
kehendak tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswa / anak sehingga membuat sorang anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu.
proses yang baik adalah memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. itu
harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kemajuan suatu negara, seperti
ada dibuku yang pernah saya baca berjudul "Why Asians Are Less Creative
than Western" karangan seorang profesor dari University of Queensland
bernama Prof. Aik Kwang. dalam buku tersebut memang tidak dituliskan negara
tertentu tetapi menurut saya ada beberapa point yang dapat mencerminkan kondisi
pendidikan di Indonesia, seperti
· Di Indonesia, pendidikan
identik dengan hafalan berbasi "kunci jawaban", bukan pada
pengertian. Ujian Nasional, tes masuk perguruan tinggi, dll, semua berbasis
hafalan. sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu
pasti dan ilmu hitung lainnya, bukan diarahkan untuk memahami dan bagaimana
menggunakan rumus - rumus tersebut.
· Karena berbasis hafalan, murid - murid disekolah di Indonesia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
· Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Indonesia bisa menjadi juara dalam Olympiade Fisika dan MAtematika tapi hampir tidak pernah ada orang Indonesia yang memenangkan Nobel atau hadiah Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreatifitas.
A. Beberapa Maslah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Mahalnya Biaya pendidikan
· Karena berbasis hafalan, murid - murid disekolah di Indonesia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
· Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Indonesia bisa menjadi juara dalam Olympiade Fisika dan MAtematika tapi hampir tidak pernah ada orang Indonesia yang memenangkan Nobel atau hadiah Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreatifitas.
A. Beberapa Maslah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Mahalnya Biaya pendidikan
Walaupun dibeberapa daerah sudah ada bantuan pendidikan bahkan sampai membebaskan biaya pendidikan tapi program tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh warga negara di Indonesia sehingga banyak anak atau calon siswa yang kurang beruntung dapat menikmati pendidikan. masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan memberikan anggaran lebih dalam bidang pendidikan sehingga biaya pendidikan bisa murah atau bahkan gratis.
2. Rendahnya pemerataan pendidikan
Mungkin bagi saya yang hidup dikota besar merasa beruntung begitu banyaknya fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar, tapi bagi warga lain yang hidup jauh dari pusat kemajuan seperti kita ambil contoh dipedalaman papua, masih sedikit fasilitas dan tenaga pengajar sehingga pemerataan pendidikan tidak bisa maksimal. untuk mengatasi masalah ini adalah sama dengan point pertama yaitu menambah anggaran dibidang pendidikan sehingga dapat membangun fasilitas pendidikan dan mengirimkan guru kedaerah yang masih sedikit atau bahkan belum terjangkau fasilitas pendidikan.
3. Rendahnya Kualitas Guru
Bukan bermaksud untuk menghina atau mencela profesi seorang guru, tapi dijaman yang akses Informasi dan Teknologi yang berkembang pesat ini Guru dituntut untuk mengikuti perkembangan dan tren pendidikan, sekarang sumber informasi tidak hanya bisa didapat dari buku, atau berita, tapi sumber lain seperti Internet dan Media sosial mempunyai pengaruh besar dalam menyebarkan Informasi dan berita baru tentang pendidikan sehingga sering terjadi seorang siswa lebih "pintar" daripada Gurunya. hal ini dapat diselesaikan dengan memberikan pengenalan, pelatihan untuk dapat menggunakan media-media Informasi dan teknologi yang sedang berkembang sekarang.
B. Siapakah seharusnya yang paling berperan untuk melakukan perbaikan dalam dunia pendidikan adalah Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, Guru / tenaga pengajar sebagai pengarah dan pendorong bakat dan minat siswa dan orang tua yang berperan untuk mengenali bakat, minat dari seorang anak.
Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya
Hingga saat ini masalah pendidikan masih
menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan
Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun
tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69 dari 127 negara dan
merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang
dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan
Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).
Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.
Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.
Dalam dunia
pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan
pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan
peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan
terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan
oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru
di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi
pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang
berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu
juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru
yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi
syarat sertifikasi.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.
Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi
masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap
tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun
2013 yang akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan
perubahan kurikulum pendidikan nasional untuk menyeimbangkan aspek akademik dan
karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok pada
Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik
beberapa bulan sebelumnya.
Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama.
Dari dulu hingga sekarang masalah
infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal
ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan
untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak
atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Melihat begitu
banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk
mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban
pendidikan di Indonesia.
Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.
Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga
tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian
apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan
model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan
praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung
oleh pemerintah dan pihak terkait.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya
Hingga saat ini masalah pendidikan masih
menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan
Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun
tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69 dari 127 negara dan
merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang
dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan
Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).
Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.
Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.
Dalam dunia
pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan
pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan
peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan
terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan
oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru
di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi
pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang
berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu
juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru
yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi
syarat sertifikasi.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.
Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi
masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap
tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan.
Tahun 2013 yang akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan
melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional untuk menyeimbangkan aspek
akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai
digodok pada Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati
uji publik beberapa bulan sebelumnya.
Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama.
Dari dulu hingga sekarang masalah
infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal
ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan
untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak
atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Melihat begitu
banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk
mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban
pendidikan di Indonesia.
Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.
Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga
tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian
apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan
model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan
praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung
oleh pemerintah dan pihak terkait.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
PERMASALAHAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DI
INDONESIA
Berbicara
mengenai pendidikan di Negara kita, tentu tidak terlepas dari berbagai macam
persoalan yang selalu menderanya mulai dari Negara ini diproklamirkan hingga di
penghujung hari jadinya yang ke 65 tahun. Masalah klasik yang timbul
diantaranya harga buku mata pelajaran yang mahal, gedung sekolah yang hampir
ambruk, mahalnya biaya pendidikan baik biaya masuk maupuan SPP, terutama di
sekolah swasta., penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) oleh
oknum pejabat sekolah, pembebanan biaya pendidikan kepada siswa baru walaupun
sekolah mendapatkan dana BOS dari pemerintah.
Apabila dicermati, semua
permasalahan diatas timbul karena tidak berjalannya fungsi manajemen baik di
tingkat pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional maupun lembaga
penyelenggara pendidikan, yakni sekolah baik negeri maupun swasta.
Indonesia merupkan Negara yang
menganut sistem sratifikasi ( pelapisan ) lembaga penyelenggara pendidikan,
yakni sekolah negeri dan swasta. Kebijakan ini tentu saja menimbulkan
permasalahan yang berbeda dan akan menciptakan jurang pemisah ( gap ) antara
sekolah negeri dan sekolah swasta yang menerapkan standar International dengan
tarif Internasional. Hal ini secara langsung atau tidak langsung menciptakan
pelapisan ( Stratifikasi ) sosial masyarakat berdasarkan hak memperoleh
pendidikan. Tidak ayalnya, praktek penyelenggaraan pendidikan pada zaman
kolonial. Saat itu kita kita mengenal sekolah khusus diperuntukkan bagi orang
belanda, eropa dan bangsawan Indonesia. Seperti HBS, HIS, MULO. Tetapi sekolah
khusus bagi rakyat biasa ( jelata ) yang menempati strata terendah adalah SR (
Sekolah Rakyat ).
Mengenai masalah ini, penulis akan
mengkaji dan menguraikan permasalahan yang timbul di lembaga penyelenggara
pendidikan ( Sekolah ) baik negeri maupun swasta, terkait pelaksanaan (
implementasi ) fungsi manajemen di masing – masing lembaga dan bagaimana cara
meyelesaikan masalahnya.
Permasalahan manajemen pendidikan di
sekolah negeri :
1.Garis komando, pengendali,
pengawasan diterapkan sistem hierarki ( bertingkat ). Mulai dari pemerintah
melalui Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal, Sekretariat
Jenderal, Dinas Pedidikan daerah dan kepala sekolah sebagai pemangku jabatan “
Top Management “ di tingkat penyelenggara pendidikan ( sekolah ) yang
bersinggungan langsung dengan pekerja ( guru ). Dalam hal ini, kepala sekolah
tidak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi langsung kepada guru yang tidak
melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik. Kewenangan memberikan sanksi
tegas kepada guru yang indisipliner dilakukan oleh BKD ( Badan Kepegawaian
Daerah ). Yang notabene secara struktur organisasi tidak berda langsung di
bawah Kementrian Pendidikan Nasional. Hal ini tidak relevans sebab BKD berada
di bawah kewenangan pemerintah daerah.
2. Setiap lembaga penyelenggara
pendidikan dari tingkat SD dan SMP, mendapatkan dana BOS untuk menyelenggarakan
proses pendidikan bagi seluruh siswa.jadi, seluruh siswa di sekolah – sekolah
nusantara berhak mendpatkan pendidikan cuma – cuma ( gratis ), baik biaya
pendidikan masuk dan SPP dan buku mata pelajaran. Ironisnya, banyak sekolah –
sekolah negeri tetap memungut biaya awal pendidikan dengan mengatasnamakan “
Biaya Sukarela “. Disinyalir pula, sekolah – sekolah berperan sebagai “
Book Dealer Store “, yang berfungsi sebagai pendistribusi buku – buku LKS (
Lembar Kerja Siswa ) penerbit kepada siswa dengan mematok harga diluar harga
resmi penerbit, hal ini ditenggarai sebagai praktek komersialisasi sekolah yang
berorientasi pada keuntungan ( profit ).
2. Dikotomi kewenangan manajemen di
sekolah – sekolah negeri berbasis prinsip keagamaan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah
( MI ), Madrasah Tsanawiyah ( MTs ) dan Madrasah aliyah ( MA ). Hendaknya
dihilangkan dan dikembalikan kepada fungsi manajemen yang sebenarnya.
Permasalahan manajemen pendidikan di
sekolah swasta :
1. Kepala sekolah sebagi pemangku
jabatan “ Top Management “ di sekolah langsung bertanggung jawab kepada pemilik
sekolah ( Yayasan ). Ketika kepala sekolah mendapatkan guru tidak disiplin di
dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya, maka kepala sekolah memiliki wewenag
untuk meberikan sanksi tanpa meminta keputusan kepada atasannya ( Yayasan ).
2. Dengan
menerapkan klasifikasi swasta pada lembaga penyelenggara pendidikan ( sekolah
). Membuat sekolah – sekolah swasta menolak menerima dana BOS, dengan alas an
mereka dapat mandiri dan mampu untuk menyelenggarakan proses pendidikan dari
pungutan ( Uang pangkal dan SPP ) kepada siswa. Sehingga banyak sekolah swasta,
dengan dalih mengklaim sebagai “ Market Label “ mereka. Menjadi sekolah
Intenational, sekolah National plus, sekolah National, sekolah Terpadu (
Integrated School ), dengan seenaknya membandrol biaya pendidikan ( biaya
masuk, SPP dan Buku Pelajaran ) dengan tarif mahal. Dan untuk sekolah – sekolah
yang bertarif mahal ini hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah
ke atas ( middle-up society ). Hal ini tentu saja akan menimbulkan kesenjangan
sosial dan akan menimbulkan istilah sekolah kaya ( swasta ) dan sekolah miskin
( negeri ).
3. Peneyelenggaraan pendidikan
sekolah MI, MTs dan MA dengan kualifikasi sekolah swasta, menurut penilaian
masyarakat merupakan lembaga penyelenggara pendidikan yang berada pada
stratifikasi ( lapisan ) terendah, karena rendahnya kualitas SDM ( guru ) dan
peserta didik yang mayoritas berasal dari golongan masyarakat kelas bawah.
Terlepas
dari output ( jebolan lulusan ) yang dihasilkan oleh penyelenggara pendidikan (
sekolah ) negeri atau swasta, apakah berkualitas atau memiliki daya guna dan
saing untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi ini. Seyogyanya pemerintah
dengan tegas melalui Departemen Pendidikan Nasional mengembalikan dan
menjalankan fungsi manajemen kependidikan yang berbasis kualitas yang optimal (
TQM = Total Quality Management ) dan harus diejawantahkan ( implementasikan )
Pada lembaga penyelenggara tingkat
pendidikan ( sekolah ) baik negeri, swasta maupun berbasis keagamaan. Berpijak
dari keharusan bahwa seluruh masyarakat Indonesia berhak mengenyam pendidikan
dasar dan hingga sekolah lanjutan tingkat atas ( SMA, SMK dan MA ), sebagaimana
termaktub dalam pasal 31 UUD 1945, “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran ( pendidikan ) “. Sehingga tujuan dan cita – cita mulia untuk
menciptakan masyarakat Indonesia yang memiliki sumber daya yang unggul dan
tangguh dengan berlandaskan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
terwujud.
Adapun
langkah – langkah kongkret yang harus diimplementasikan oleh Departemen
Pendidikan Nasional, selaku lembaga pemegang kewenangan dalam proses
penyelenggaraan pendidikan adalah, sbb :
1. Mengambil alih tugas dan wewenang
penyelenggaraan pendidikan di sekolah – sekolah berbasis keagamaan ( MI, MTs
dan MA ) dari Departemen Agama. Agar terciptanya sinkronisasi dan relevansi
tugas dan kewenangan yang berasal dari satu lembaga penyelenggara pendidikan.
Sehingga tidak terjadi benturan kepentingan dan konflik yang berpotensi
menimbulkan kerancuan dan keraguan dalam hal penerapan kebijakan.
2. Menghilangkan Stratifikasi (
Pelapisan ) istilah sekolah swasta dan negeri. Dengan mengganti istilah dengan
sekolah berprestasi,unggulan dan rintisan unggulan. Agar penempatan siswa pada
sekolah – sekolah berdasarkan prestasi akademik maupun non- akademik ( bakat
dan minat ) akan tepat sasaran ( match and link ). Sehingga langkah ini akan
menghilangkan istilah sekolah kaya dan miskin. Karena dengan kebijakan ini,
berpotensi akan menempatkan siswa – siswa dari berbagai latar belakang ekonomi
dan sosial yang berbeda, berkumpul dalam satu sekolah yang sama.
3. Pemerintah melalui Departemen
Pendidikan Nasional harus berani dan tegas untuk memaksakan sekolah – sekolah
swasta yang berbasis International, National Plus, National dan Terpadu untuk
menerima dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) tanpa terkecuali. Dan apabila
sekolah – sekolah tersebut tidak mau menerima dana BOS tersebut, maka
pemerintah melalui Kementrian Depdiknas berhak memberikan sanksi dengan
mencabut ijin operasional sekolah tersebut.
4. Pemerintah harus memberlakukan
pendidikan gratis untuk seluruh sekolah dan tingkatan serta berbasis apapun,
hingga tingkat SMA, SMK dan MA. Seluruh biaya penyelenggaraan pendidikan,
seperti biaya masuk ( uang pangkal ), SPP, buku pelajaran dan lembar kerja
siswa ( LKS ), seragam harus bebas biaya tanpa dipungut sepeserpun dan tanpa
dalih apapun. Apabila pihak sekolah yang melanggar kebijakan ini. Maka,
Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan Kepegawaian Penegakkan Kebijakan
dan Displin yang bertanggunjawab langsung dibawah Kementrian DEPDIKNAS, berhak
memberikan sanksi berat dan tegas kepada pelaku ( oknum ) pelanggar.
5. Memberikan wewenang yang luas
kepada Kepala Sekolah, sebagai “Top Management “ di sekolah. Untuk memberikan
sanksi berat dan tegas kepada guru dan pegawai yang melanggar aturan (
indispliner ).
Demikian segelintir harapan ini,
semoga dapat memberikan pencerahan dan bahan kontemplasi ( perenungan ) untuk
dapat dipertimbangkan sebagai langkah terbaik di dalam meniti cita – cita para
pendiri bangsa ( Founder Nation ), untuk menjadikan Negara ini mandiri dan
memiliki martabat di kancah Internasional.
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan adalah untuk
mencerdaskan setiap peserta didik. Sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan
adanya perencanaan serta manajemen yang baik. Perencanaan yang dimaksud adalah
kurikulum pendidikan atau sekolah. Sedangkan manajemen dibutuhkan agar semua
kegiatan yang berhubungan dengan belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Tetapi dalam pelaksanaan banyak ditemui kendala dalam
proses belajar mengajar ini. Banyaknya kendala yang dihadapi juga menurunkan
kualitas pendidikan.
Kualitas pendidikan
di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Penyebab rendahnya mutu pendidikan
di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan
standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di
Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan yang sering terjadi dalam dunia
pendidikan yaitu rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru,
prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan
kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Seperti yang dialami oleh sebuah
yayasan yang terdiri dari jenjang RA sampai MA. Dengan berbagai permasalahan
yang dialami, sekolah ini tetap berjalan meskipun dengan kondisi yang
memprihatinkan.
Beberapa masalah yang muncul adalah
jumlah murid baru di MTs yayasan tersebut sangat kurang, bahkan jumlah siswa
baru yang hanya 16 siswa. Masalah kedua tentang seorang anak pemilik yayasan
yang ingin mengajar dalam yayasan tersebut, tetapi ia tidak memiliki ijazah S1
maupun akta 4, karena ia lulusan dari pondok pesantren. Kemudian masalah yang
ketiga adalah tentang usulan para guru yang menginginkan pergantian kurikulum,
karena merasa bahwa siswa-siswa di yayasan tersebut tidak mampu mengikuti
kurikulum yang berlaku saat ini.
Ketiga masalah tersebut adalah
masalah yang banyak terjadi dalam dunia pendidikan di negri ini. Maka sebagai
seorang pendidik, kita harus mengetahui mengapa sampai muncul masalah-masalah
seperti yang telah disebutkan di atas. Sehingga para pendidik dapat mencari
solusi dan dapat mengantisipasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kurangnya
jumlah siswa
Seringkali sekolah mendapatkan
masalah tentang jumlah siswa yang tidak memenuhi standar. Sehingga sekolah
tersebut tidak dapat melaksanakan UN sendiri. Bahkan jika hal ini terjadi dalam
beberapa tahun penerimaan siswa baru, maka sekolah terancam ditutup.
Demikian
yang dialami oleh MTs sebuah yayasan tersebut. Kepala sekolah MTs telah
menggunakan berbagai upaya untuk
mempromosikan sekolahnya kepada MI dari yayasan itu. Mungkin ada
beberapa hal yang membuat masyarakat tidak percaya untuk menyekolahkan
anak-anak mereka di MTs tersebut, diantaranya:
1)
Rendahnya
tingkat prestasi siswa dan sekolah
2)
Kurangnya
fasilitas penunjang yang memadai
3)
Kurangnya
manajemen yang baik dalam sekolah maupun yayasan
4)
Sistem
perekrutan siswa baru yang kurang maksimal
5)
Kurangnya
dana
6)
Kurangnya
kerja sama dengan sekolah lain
7)
Kurangnya
sosialisasi dengan masyarakat setempat
8)
Lokasi
sekolah tidak sesuai, mungkin lokasi yang kebanyakan masyarakatnya tidak
mempunyai anak usia sekolah, lokasi yang terlalu berdekatan dengan jalan utama
sehinga menciptakan suasana yang tidak kondusif, serta lain sebagainya.
Untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap MTs tentunya tidak mudah. Apalagi image MTs yang yang tidak lebih baik dengan SMP. Sehingga MTs harus
meningkatkan daya saing terhadap MTs-MTs lain, bahkan SMP. Oleh karena itu,
perlu dilakukan beberapa upaya, diantaranya:
1)
Meningkatkan
promosi semenarik mungkin, bukan hanya di lingkungan yayasan, tetapi juga
masyarakat sekitar. Seperti pemberian seragam gratis, keringanan uang gedung
atau perawatan sekolah, dll.
2)
Meningkatkan
kualitas peserta didik dan sekolah
3)
Meningkatkan
fasilitas penunjang, seperti perpustakaan, labolatorium, lapangan, dll
4)
Mencoba
menggalang dana baik dari negri maupun swasta
5)
Memberi
beasiswa penuh kepada anak-anak kurang mampu dan juga anak-anak berprestasi
untuk ditingkatkan akademisnya
6)
Membentuk
kerja sama dengan sekolah-sekolah lain
7)
Melakukan
sosialisasi terhadap wali murid di yayasan tersebut serta masyarakat setempat
8)
Memberi
imbalan kepada siswa atau pun umum yang bisa mendaftarkan siswa baru kesekolah
tersebut
9)
Relokasi
sekolah jika diperlukan
Semua upaya tidak terlepas dari
pemaksimalan fungsi administrasi atau manajemen pendidikan. Agar dalam
pecapaian tujuan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan adanya proses
administrasi pendidikan yang meliputi fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, koordinasi, komunikasi, supervise, kepegawaian, pembiayaan,
dan evaluasi. Semua fungsi tersebut saling berkaitan, sehingga jika ada salah
satu fungsi yang lemah, maka kegiatan tidak akan berjalan maksimal.
Dengan mengembalikan lagi
kepercayaan masyarakat, sekolah tidak akan lagi kesulitan mendapatkan siswa.
Bahkan para orangtua dan calon siswa yang akan mencari serta berlomba-lomba
untuk masuk ke sekolah tersebut.
B.
Masalah
Penerimaan Guru Baru
Guru adalah
sebuah profesi yang memiliki citra mulia dalam pandangan masyarakat. Demikian
juga pandangan salah seorang anak pemilik yayasan sedang banyak masalah ini.
Dia sangat berkeinginan untuk menjadi satu dari sekian guru yang mengajar dalam
yayasan. Semboyan ‘guru tanpa tanda jasa’ menjadikannya ingin merelakan sisa
hidupnya untuk mengabdi dalam dunia pendidikan. Bahkan dia sempat mengatakan
kepada ayahnya, yang merupakan pemilik yayasan, bahwa dia bersedia mengajar
tanpa digaji, semuanya lillahi ta’ala.
Sehingga pemilik yayasan ini terus membujuk kepada kepala-kepala sekolah di
yayasan tersebut untuk mau menerima anaknya menjadi salah satu pengajar. Tetapi
hal yang memberatkan para kepala sekolah adalah bahwa dia tidak mempunyai basic
pendidikan di bidang keguruan. Dia merupakan alumni pondok pesantren yang
notabennya tidak memiliki ijazah S1 atau pun akta IV.
Guru adalah
sebuah profesi, sedangkan profesi itu
sendiri dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan
persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relative lama di perguruan
tinggi,baik dalam bidang sosial, eksakta,maupun seni dan pekerjaan itu lebih
bersifat mental intelektual dari pada fisik manual,yang dalam mekanisme
kerjanya di bawah naungan kode etik (Sirkum pribadi).
Berdasar definisi tersebut, maka jika ingin
menjadi seorang guru, maka diperlukan adanya pendidikan berlanjut ke jenjang
S1.Hal tersebut juga sesuai dengan ketetapan pemerintah saat ini, yang
mensyaratkan pendidikan guru minimal S1. Selain itu, syarat untuk menjadi
seorang guru, antara lain:
1)
Komitmen
tinggi
2)
Memiliki
kepribadian yang mantab dan berkembang
3)
Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat belajar siswa
4)
Penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat
5)
Sikap
profesionalannya berkembang secara berkesinambungan
Untuk itu, kepala sekolah juga harus
memperhatikan syarat-syarat untuk menjadi guru yang lainnya. Bukan hanya masalah
ijazah. Tanpa ijazah bukan berarti tanpa kemampuan. Kemampuan disini lebihdi
tekankan dari pada ijazah, tetapi tetap saja ijazah menjadi hal yang wajib
untuk menunjang kematangannya menjadi seorang guru. Dia bisa diterima dengan
syarat mau melanjutkan pendidikan formal jurusan pendidikan ke tingkat sarjana.
Tanpa basic pendidikan, maka kepala
sekolah juga harus membimbing, mengawasi dan mengarahkannya dalam proses
mengajarnya secara intensif pada masa awal pengajarannya. Kepala sekolah juga
harus bijak untuk menentukan mata pelajaran yang sesuai dengan kemampuannya
yang basic pendidikannya adalah pesantren, maka mata pelajaran yang cocok untuk
diajarkannya adalah mata pelajaran agama islam, seperti nahwu dan shorof,
tauhid, hadist, dan sejenisnya. Selain itu, untuk menunjang kemampuannya, maka
perlu untuknya diikutkan ke seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan
pendidikan, karena tugas guru bukan hanya mengajar materi di kelas, tetapi juga
membimbing siswa-siswanya untuk menjadi manusia yang guna. Selain itu, juga
harus memiliki keterampilan guru, yaitu sebagai administrator pendidikan, yang
membuat proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Seperti membuat
silabus, RPP, media pembelajaran, dll.
C.
Masalah Guru
terhadap Kurikulum
Para guru
mengeluhkan tentang ketidak mampuan siswa dalam mengikuti materi yang
disampaikan, atau siswa dianggap terlalu bodoh untuk mencerna materi yang
diajarkan mengikuti kurikulum yang ada. Sehinga para guru mengusulkan kepada
kepala sekolah untuk mengganti kurikulum yang ada sekarang sesuai dengan
kemampuan siswa.
Kurikulum
yang dipakai saat ini adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Yang
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah,
karakteristik sekolah/daerah, social budaya masyarakat setempat dan
karakteristik peserta didik. kurikulum di indonesia sendiri bersifat
sentralisasi, yaitu kurikulum yang disusun oleh tim atau komisi khusus yang
terdiri atas para ahli. Disini dalam pendidikan telah ditetapkan
standar-standar pelajaran dan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap siswa
dengan kelas dan jenjang masing-masing. sedangkan yang dimaksud kebebasan dalam
sekolah, masih terbatas untuk mengembangkan masing-masing potensi yang dimiliki
Sehingga, tidak bisa begitu saja diubah. Kalau yayasan tersebut menggunakan
kurikulum yang berbeda, maka akan ada ketidak seragaman, tidak adanya standar
penilaian yang sama, adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah
lain dan mungkin kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di
Indonesia sendiri setiap tahunnya mengadakan UN (Ujian Nasional) bagi tingkat
akhir masing-masing jenjang pendidikan. Hal ini ditujukan sebagai standarisasi
pendidikan. Kalau kurikulum di ubah, maka siswa pun tidak dapat mengikuti UN.
Beberapa penyebab
yang mungkin terjadi karena siswa tidak dapat mencerna pelajaran dengan baik,
selain dari faktor kurikulum yang tidak sesuai adalah:
1)
Kualitas
staf pengajar yang rendah
2)
Suasana
kelas yang tidak kondusif dalam proses belajar mengajar
3)
Minimnya
media pembelajaran
4)
Metode
pengajaran yang tidak sesuai
5)
Banyaknya
tindakan indisipliner baik dari staf pengajar maupun dari siswa
Melihat dari beberapa faktor yang
dapat menimbulkan siswa tidak mampu menyerap pelajaran dengan baik, maka dapat
dilakukan beberapa upaya, selain mengganti kurikulum yang ada. Antara lain:
1)
Meningkatkan
kualitas staf pengajar yang ada
2)
Menciptakan
suasana yang kondusif di kelas
3)
Menggunakan
berbagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
4)
Karena
setiap anak mempunyai cara belajar yang berbeda, maka perlu digunakan berbagai metode pembelajaran.
5)
Meningkatkan
kedisiplinan di lingkungan sekolah
6)
Menjalin
kerja sama dengan sekolah-sekolah lainnya dalam pengadaan tenaga pengajar yang
profesional
7)
Kepala
sekolah atau orang lain yang di datangkan untuk menjadi supervisor kegiatan
belajar mengajar di kelas
8)
Melakukan
evaluasi rutin terhadap guru-guru
9)
Menyebar
rata murid-murid yang dianggap pintar dalam pembagian kelas
10) Mengadakan
les gratis khusus atau les selain les rutin bagi anak-anak yang tidak mampu
mengikuti pelajaran
11) Mengadakan
studi banding serta seminar tentang kurikulum bagi guru-guru
12) Meningkatkan
pendidikan para guru
13) Memberi
motivasi agar siswa rajin belajar, dsb.
Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan akademik siswa. Tidak mungkin semua siswa dalam sekolah iti
yang bodoh. Ketidak mampuan siswa tidak dapat disalahkan. Tetapi kemampuan para
gurulah yang harus ditingkatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Purwanto, Ngalim.2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Sistem
informasi manajemen pendidikan (SIMDIK) sebenarnya adalah hasil penerapan
konsep sistem informasi manajemen (SIM) dalam organisasi pendidikan.
Dengan demikian, perbedaan pendapat terhadap definisi konsep SIM juga
berimplikasi pada definisi SIMDIK. Untuk memahami konsep SIM,
diperlukan juga pemahaman terhadap perkembangan konsep itu sendiri dari waktu
ke waktu, enis dukungan yang ditawarkan teknologi kepada SIM, serta aplikasi
yang ada di dalamnya bervariasi antara satu sistem dengan sistem yang lain dan
terus berubah.
Perancangan atau pembuatan SIM Pendidikan bermula dari
masalah yang muncul dari lembaga pendidikan. Sebutkan masalah apa saja yang
sering dihadapi oleh lembaga pendidikan sehingga membutuhkan SIM. Uraikan
dengan menggunakan kerangka pemecahan masalah (problem solving), yang terdiri
dari: masalah pendidikan, standart, yang telah
terjadi, alternatif pemecahan masalah, dan solusi.
Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan sehingga membutuhkan SIM diantaranya adalah data pendaftaran siswa baru, data alumni atau lulusan, data siswa pindahan, pengelolaan keuangan, kegiatan proses pembelajaran, pengelolaan perpustakaan, administrasi kepegawaian yang meliputi data guru dan karyawan maupun data mutasi guru, kegiatan ekstra dan intra kurikuler siswa, hubungan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi serta hubungan kemitraan dengan dunia usaha dan industri. Dengan adanya SIM (Sistem Informasi Manajemen) maka manajemen pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan lebih mudah terkontrol. Hal ini akan lebih baik jika SIM dirancang sesuai dengan standar Jardiknas.
Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan sehingga membutuhkan SIM diantaranya adalah data pendaftaran siswa baru, data alumni atau lulusan, data siswa pindahan, pengelolaan keuangan, kegiatan proses pembelajaran, pengelolaan perpustakaan, administrasi kepegawaian yang meliputi data guru dan karyawan maupun data mutasi guru, kegiatan ekstra dan intra kurikuler siswa, hubungan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi serta hubungan kemitraan dengan dunia usaha dan industri. Dengan adanya SIM (Sistem Informasi Manajemen) maka manajemen pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan lebih mudah terkontrol. Hal ini akan lebih baik jika SIM dirancang sesuai dengan standar Jardiknas.
Penggunanan SIM
dalam dunia pendidikan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi karena pesatnya
pekembangan tekologi. E-Commerce, E-Government, E-Education, E-Library dll yang
berbasis elektronika. Sehingga SIM Pendidikan menjadi faktor penting untuk
meningkatkan pelayanan sekaligus penghematan bagi pendidikan dan kini telah
menjadi salah satu standar mutu sebuah pendidikan. Otomatisasi/komputerisasi
sistem pelayanan dan sistem informasi manajemen merupakan solusi yang tepat
untuk memecahkan masalah ini. Dengan cara sebagai berikut:
Perencaan Strategik :
• Penetapan tujuan organisasi
• Pendefinisian sasaran,
kebijakan dan pedoman umum yang mengarahkan alur untuk organisasi.
Pengendalian Manajemen :
• Teknik perolehan, lokasi
pabrik, produk baru
• Pemakaian anggaran, laporan,
perbedaan
Pengendalian Operasional :
• Pendayagunaan fasilitas dan
sumber daya yang ada untuk menyelenggarakan kegiatan.
tetapi semua itu tidak dapat
berjalan sebagaimana yang kita inginkan jika system manajemen pada suatu
pendidikan tidak diperhatikan lebih. Dalam konteks ini kita membutuhkan SIM
untuk menghasilkan manajemen yang baik, karena dengan komputerisasi dapat
mempermudah kita dalam mencari data” yang kita butuhkan, sebenarnya kita sudah
dimanjakan untuk mendapatkan data-data yang begitu mudah. tapi terkadang
kurangnya informasi yang dimiliki suatu institusi tentang beberapa Sistem,
seperti:SIM. padahal jika kita menggunakan SIM manajemen kita jadi lebih
tercontrol dengan baik karena di dalam SIM terdapat: Reading (membaca), Input Imasukan), Output (keluaran), Sorting (menyortir), Transmiting (memindahkan), Calculating (menghitung), Comparing (membandingkan), dan Storing (menyimpan, Yang akhirnya membuat manajemen pada suatu lembaga pendidikan dapat berjalan
secara harmoni jika kita mengimplementasikan hal-hal diatas.
Banyak lembaga
pendidikan dan pendidikan itu sendiri telah mendapat manfaat dari perkembangan
teknologi ini. Dengan kemajuan perkembangan pendidikan di Indonesia, baik dari
aspek administrasif atau teknologi, maka proses pelayanan pendidikan di
Indonesia dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Untuk mengembangkan
mutu pendidikan dibutuhkan beberapa fasilitas pendukung. Salah satu fasilitas
pendukung tersebut adalah aplikasi teknologi informasi dalam bidang sistem
informasi manajemen pendidikan. Oleh karenanya lembaga pendidikan dituntut
untuk cepat tanggap merespon costumer(peserta didik dan masyarakat) dengan
memberikan informasi yang mudah diakses, cepat serta transparan.
Solusi sederhananya adalah dengan membuat web blog.
Web blog adalah website pribadi yang menampilkan informasi, ide, dokumen maupun
link intenet yang gratis, seperti:blogspot,tumblrn dan wordpress. Pada perkembangannya blog juga
dapat dijadikan sarana promosi barang atau jasa, karena blog mempunyai sifat
open source jadi siapaun boleh mengembakannya dan bebas mengubah” feature serta
contentnya sesuai dengan yang kita inginkan hingga menghasilkan sesuatu yang
menarik. Kelebihannya antara lain satu posting blog dapat dibaca oleh
pengunjung blog yang tak terbatas dan dapat memberikan respon terhadap posting
blog melalui koment yang dapat dituliskan pada blog tersebut, yang
akhirnya dapat membangun wawasan kita pribadi sesuai dengan yang kita harapkan. Lembaga
pendidikan dapat menekan biaya pembuatan website, aplikasi web serta hal-hal
yang rumit tentang HTML yang kurang dipahami oleh staff lembaga
pendidikan. Tidak akan ada lagi brosur yang terbuang percuma serta tidak perlu
keahlian khusus untuk memposting artikel atau membuat blog. Bila lembaga
pendidikan mempunyai modal yang cukup besar bisa ditambah dengan pembuatan
website sekaligus aplikasi E-Learning bagi peserta didiknya, karena dengan
Electronic Learning kita dapat mengaksesnya dengan mudah melalui internet dan siswapun
lebih mudah untuk belajar karena guru cukup menguploud materi atau tugasnya
melalui Internet. Dengan demikian maka informasi yang ditampilkan akan lebih
cepat, akurat, efisien serta ekonomis sehingga anggaran dapat digunakan untuk
keperluan lain yang lebih bermanfaat.
Buat satu contoh kasus Pendekatan Sistem pada perusahaan yang memerlukan solusi untuk pengembangan sistem, kondisi sistem ke sistem yang diinginkan(mengacu pada SIM):
Manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah, dan informasi di gunakan dalam membuat keputusan. Informasi di sajikan dalam bentuk lisan maupun tertulis oleh suatu pengolah informasi. Porsi komputer untuk mengolah informasi terdiri dari area aplikasi berbasis komputer-SIA,SIM,DSS, kantor virtual dan sistem berbasis pengetahuan. Kita menggunakan istilah sistem informasi Manajemen(SIM) untuk menggambarkan hal apa saja yang harus kita lakukan untuk mengatur manajemen yang baik pada suatu system dengan cara sebagai berikut:
1. Planning.
Manager merencanakan (plan)
apa yang akan mereka lakukan.
2. Organizing.
Kemudian, mengorganisasikan (organize)
untuk mencapai rencana tersebut.
3. Staffing.
Selanjutnya, mereka menyusun
staf (staff) organisasi mereka dengan sumber daya yang diperlukan.
4. Directing.
Dengan sumber daya yang ada
mereka mengarahkan (direct) untuk melaksanakan rencana.
5. Controlling.
Akhirnya mereka mengendalikan
(control) sumber daya, menjaganya agar tetap beroperasi secara optimal.
Setelah kita melakukan hal” diatas kita dapat
menentukan hal apa yg lebih diprioritaskan untuk dimulai terlebih dahulu agar
system manajemen pada suatu perusahaan berjalan secara seimbang, dengan cara
menyeleksi tetapi disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, maka akan
menghasilkan manajemen yang baik. jika sudah diseleksi maka kita dapat melakukan
langkah pertama yang akan kita lakukan dengan cara menyusunnya secara
sistematis tetapi berdasarkan dari 5 cara tersebut.
Sumber:http://kurniawanharman.blogspot.com/2011/11/tugas-sistem-informasi-manajemen-2.html
MASALAH POKOK PENDIDIKAN
Masalah pokok pendidikan yang dialami di Indonesia adalah:
1. Kualitas pendidikan
Misalnya: – Mutu guru yang masih rendah terdapat di semua jenjang pendidikan.
- Alat bantu proses belajar mengajar belum memadai.
- Tidak meratanya lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan.
Untuk mengatasinya: – Meningkatkan anggaran untuk pendidikan.
- Meningkatkan efisiensi pendidikan.
2. Relevansi pendidikan
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di masyarakat.
Misalnya: – Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai.
- Tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.
Untuk mengatasinya: – Membuat kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dunia usaha
- Mengganti kurikulum yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Elitisme
Adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah yang menguntungkan kelompok minoritas yang justru mampu ditinjau secara ekonomi.
Misalnya: – Kepincangan pemberian subsidi.
- Mahalnya pendidikan yang mengakibatkan hanya bisa dienyam oleh orang yang kaya.
Untuk mengatasinya: – Subsidi silang.
- Pemberian beasiswa kepada yang tidak mampu.
4. Manajemen pendidikan
Misalnya: – Masalah pengelolaan sekolah.
- Lembaga pendidikan dibentuk berdasarkan fungsi dan peranan pendidikan yang sudah ketinggalan jaman.
Untuk mengatasinya: – Sistem pendidikan nasional (Sisdikanas) perlu ditata kembali.
5. Pemerataan pendidikan
Misalnya: – Biaya pendidikan yang mahal membuat siswa putus sekolah atau tidak melanjutkan.
Untuk mengatasinya: – Menggratiskan sekolah dalam wajib belajar 9 tahun.
- Menekankan pentingnya sekolah.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Pada awal Repelita I terdapat ketidakseimbangan yang antara lain meliputi:
- Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah fasilitasnya.
- Ketidakseimbangan antara bidang pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja.
- Ketidakseimbangan antara jumlah SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Selain ketidakseimbangan itu masih ada masalah lain seperti:
- Banyaknya buta aksara dan angka
- Banyaknya siswa yang drop out.
- Rendahnya kualitas hasil pendidikan.
- Kurangnya tenaga pengajar.
- Dalam administrasi pendidikan masih terjadi kecurangan.
Dalam Repelita II, masalah yang timbul antara lain:
- Masalah yang berkaitan dengan pengembangan sistem pendidikan.
- Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan.
- Perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat.
- Perluasan kesempatan belajar.
- Pengembangan sistem penyajian.
- Pendidikan non-formal (di luar sekolah).
- Pembinaan generasi muda.
- Pengembangan sistem informasi.
- Pengarahan penggunaan sumber pembiayaan.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada Repelita I meliputi:
Repelita I: – Program pendidikan secara horisontal lebih diarahkan kepada kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan untuk sektor-sektor pembangunan yang diprioritaskan.
- Program pendidikan secara vertikal diarahkan kepada perbaikan keseimbangan dengan menitikberatkan kepada tingkat pendidikan menengah.
Program-progam tersebut meliputi:
- Program Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
- Program Penambahan Pendidikan Kejuruan pada Sekolah Lanjutan Umum
- Program Peningkatan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
- Program Peningkatan Pendidikan Guru
- Program Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa
- Program Pengembangan Pendidikan
- Program Pembinaan Kebudayaan dan Olahraga
- Program Pendidikan Latihan Institusional
- Program Peningkatan Penelitian
Repelita II: – Pemerataan dalam memperoleh kesempatan pendidikan.
Repelita III: – Menyediakan fasilitas belajar pada pendidikan dasar bagi anak berumur 7-12 tahun
- Menampung lulusan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Repelita IV: – Memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan bidang pendidikan nasional yang meliputi: pendidikan seumur hidup, pendidikan semesta menyeluruh dan terpadu serta kebijaksanaan untuk membina kemajuan adat, budaya dan persatuan
Repelita V: – Memperbaiki sistem dan multi pendidikan dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur, dan jenjangnya.
- Meningkatan mutu kurikulum, silabus, tenaga pengajar, pelatih, metode dan sarana pengajaran.
- Meningkatkan pembudayaan nilai-nilai Pancasila dalam rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
- Meningkatkan mutu pendidikan.
- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
- Menata kembali sistem pendidikan guru dan tenaga pendidikan lainnya.
- Melaksanakan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan agar dapat menghasilkan gagasan-gagasan baru yang berorientasi pada penyempurnaan sistem pendidikan yang efisien.
- Penyeragaman mutu pendidikan melalui pengembangan institusi dan sistem pengujian untuk semua jenis dan jenjang pendidikan, agar dapat diupayakan standarisasi mutu pendidikan baik secara regional maupun nasional.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PROGRAM PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2000-2004
Masalah pendidikan yang menonjol saat ini yaitu:
- Masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan.
- Masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan.
- Masih lemahnya manajemen pendidikan
- Belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan Iptek di kalangan akademisi.
Kebijakan yang diamanatkan GBHN 1999-2004 antara lain:
- Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas dengan peningkatan anggaran yang berarti.
- Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
- Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi peserta didik. Kurikulum yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
- Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh semua sarana dan prasarana yang memadai.
- Mendukung pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip disentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen.
- Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
- Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai dengan potensinya.
- Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Solusi dari Permasalahan Pendidikan di Indonesia
By chintia
on April 8, 2012
Penyelesaian masalah mendasar tentu
harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan
perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan
sekular menjadi paradigma Islam. Solusi masalah mendasar itu adalah
merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah
menjadi asas memadukan ( terintegrasi ) Imtaq siswa.
Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU
Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan
yang terintegrasi. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas
sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal
paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan
struktur kurikulum.
Untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut ada beberapa solusi yaitu:
a.
Meningkatkan Input Proses dan output
Untuk meningkatkan Input, Proses
dan output pendidikan. Solusinya adalah:
1. Solusi sistemik, yakni solusi
dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
2. Solusi teknis, yakni solusi yang
menyangkut hal-hal teknis yang terkait langsung dengan pendidikan. Misalnya
untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa
b.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
Adapun fungsi-fungsi yang sebagian
porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi:1)
pengelolaan proses belajar mengajar, 2) perencanaan dan evaluasi program
sekolah, 3) pengelolaan kurikulum, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan
fasilitas (peralatan dan perlengkapan), 6) pengelolaan keuangan, 7) pelayanan
siswa, 8) hubungan sekolah-masyarakat, dan 9) pengelolaan iklim sekolah.
c.
Partisipasi masyarakat
UUSPN pasal 54 ayat 2 menyatakan
bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Peran serta
tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pendidikan berbasis masyarakat sehingga
pendidikan tetap memiliki keterkaitan dengan kondidi dan tuntutan masyarakat.
Sementara untuk mewadahi peran serta masyarakat dibentuklah satu institusi yang
bersifat independen dengan dewan pendidikan ditingkat kabupaten/kota, sementara
untuk tingkat persekolahan dikenal dengan istilah komite sekolah.
Peningkatan mutu pendidikan melalui
MBS ini berlandaskan pada asumsi bahwa sekolah/madarasah akan meningkat mutunya
jika kepala sekolah bersama guru, orangtua siswa dan masyarakat setempat diberi
kewenangan yang cukup besar untuk mengelola kegiatannya sendiri. Oleh karena
itu sudah saatnya sekolah diberi kewenangan bersama seluruh komponen masyarakat
yang ada disekolah untuk merencanakan, melaksanakan, mengorganisir kegiatan
yang berkaitan dengan peningkatan pembelajaran disekolah masing-masing
Subscribe to:
Posts (Atom)