Thursday, December 12, 2013

TUGAS KELOMPOK LANDASAN PENDIDIKAN " BAGAIMANA PENTINGNYA MEMBANGUN SOFT SKILL"


Mata kuliah               : LANDASAN KEPENDIDIKAN
Dosen pembimbing   : Dr. Erni Roesminingsih, M.si
  Dr. Karwanto, M.pd
Nama kelompok        :           1. Erni Trisnawati     (131714005 )
                                                2. Aprilliyani H           ( 131714008 )
                                                3. Ely Rahmawati       ( 131714080 )
            4. Alifiani Nur A         ( 131714023 )
            5. Desi Widyawati      ( 131714010 )      
6. Ana Dwi Utami       ( 131714047 )






1.      Bagaimana pentingnya membangun Soft skill?

Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikan pun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.

Adalah suatu realita bahwa pendidikan di Indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja. Lalu seberapa besar semestinya muatan soft skill dalam kurikulum pendidikan?, kalau mengingat bahwa sebenarnya penentu kesuksesan seseorang itu lebih disebabkan oleh unsur soft skillnya.

Jika berkaca pada realita di atas, pendidikan soft skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses pembelajarannya. Sayangnya, tidak semua pendidik mampu memahami dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi pendidik.

Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.

Secara garis besar soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup : self awareness (self confident, self assessment, trait & preference, emotional awareness) dan self skill ( improvement, self control, trust, worthiness, time/source management, proactivity, conscience). Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness, developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy dan social skill (leadership,influence, communication, conflict management, cooperation, team work, synergy)

Pada proses rekrutasi karyawan, kompetensi teknis dan akademis (hard skill) lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat pada daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan untuk soft skill biasanya dievaluasi oleh psikolog melalui psikotes dan wawancara mendalam. Interpretasi hasil psikotes, meskipun tidak dijamin 100% benar namun sangat membantu perusahaan dalam menempatkan at the right person in the right place.

Hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Di kalangan para praktisi SDM, pendekatan ala hard skill saja kini sudah ditinggalkan. Percuma jika hard skill oke, tetapi soft skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job requirementnya. Saat rekrutasi karyawan, perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih rendah. Alasannya sederhana : memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren dalam strategi rekrutasi Recruit for Attitude, Train for Skill.

Hal tersebut menunjukkan bahwa : hard skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.

Psikolog kawakan, David McClelland bahkan berani berkata bahwa faktor utama keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Yang tak lain dan tak bukan merupakan soft skill.

 Para ahli manajemen percaya bahwa bila ada dua orang dengan bekal hard skill yang sama, maka yang akan menang dan sukses di masa depan adalah dia yang memiliki soft skill lebih baik. Mereka adalah benar-benar sumber daya manusia unggul, yang tidak hanya semata memiliki hard skill baik tetapi juga didukung oleh soft skill yang tangguh.Pada posisi bawah, seorang karyawan tidak banyak menghadapai masalah yang berkaitan dengan soft skill. Masalah soft skill biasanya menjadi lebih kompleks ketika seseorang berada di posisi manajerial atau ketika dia harus berinteraksi dengan banyak orang. Semakin tinggi posisi manajerial seseorang di dalam piramida organisasi, maka soft skill menjadi semakin penting baginya. Pada posisi ini dia akan dituntut untuk berinteraksi dan mengelola berbagai orang dengan berbagai karakter kepribadian. Saat itulah kecerdasan emosionalnya diuji.Umumnya kelemahan dibidang soft skill berupa karakter yang melekat pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk mengubahnya. Namun demikian soft skill bukan sesuatu yang stagnan. Kemampuan ini bisa diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja. Ada banyak cara meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan ditingkatkan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar manajemen. Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan soft skill adalah dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain.

                                                                                             
2.      Bagaimana pentingnya membangun kecintaan terhadap negara?
Generasi “founding fathers” pada masa penjajahan berhasil membangkitkan rasa cinta tanah air dan bangsa yang pada akhirnya berhasil memerdekakan bangsa Indonesia. Kalau saja rasa cinta tanah air dan bangsa sekali lagi bisa menjadi faktor yang memotivasi bangsa Indonesia, ada kemungkinan bangsa Indonesia akan bisa bangkit kembali dengan masyarakatnya bisa menghasilkan karya-karya yang membanggakan kita sebagai bangsa Individu yang memiliki rasa cinta pada tanah airnya akan berusaha dengan segala daya upaya yang dimilikinya untuk melindungi, menjaga kedaulatan, kehormatan dan segala apa yang dimiliki oleh negaranya.

Rasa cinta tanah air inilah yang mendorong perilaku individu untuk membangun negaranya dengan penuh dedikasi. Oleh karena itu, rasa cinta tanah air perlu ditumbuhkembangkan dalam jiwa setiap individu yang menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa agar tujuan hidup bersama dapat tercapai. Cinta tanah air sebaiknya ditanamkan pada setiap jiwa warga Negara Indonesia sejak dini, karena akan berdampak baik bagi kita semua dikemudian hari. Rasa Cinta Tanah Air dapat ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar dapat menjadi manusia yang dapat menghargai bangsa dan negaranya misalnya dengan upacara sederhana setiap hari Senin dengan menghormat bendera Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan mengucapkan Pancasila. Meskipun lagu Indonesia Raya masih sulit dan panjang untuk ukuran anak usia dini, tetapi dengan membiasakan mengajak menyanyikannya setiap hari Senin, maka anak akan hafal dan bisa memahami isi lagu. Merah Putih bisa diangkat menjadi sub tema pembelajaran.Pentingnya sebuah lagu kebangsaan dan itu menjadi sebagai identitas dari negara tersebut, agar dapat mengingatkan kembali betapa pentingnya cinta terhadap negara.

Pengetahuan mengenai adat istiadat lokal maupun nasional dan pemahaman mengenai nilai-nilai bersama sebagai hasil dari proses pendidikan berbasis nilai-nilai budaya lokal dan nasional akan membentuk manusia Indonesia yang bangga terhadap tanah airnya. Rasa kebanggaan ini akan menimbulkan rasa cinta pada tanah airnya yang kemudian akan direalisasikan dalam perilaku melindungi, menjaga kedaulatan, kehormatan dan segala apa yang dimiliki oleh negaranya.



Nilai-nilai bela negara yang harus lebih dipahami penerapannya dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara antara lain:

1. Cinta Tanah Air
Negeri yang luas dan kaya akan sumber daya ini perlu kita cintai. Kesadaran bela negara yang ada pada setiap masyarakat didasarkan pada kecintaan kita kepada tanah air kita. Kita dapat mewujudkan itu semua dengan cara kita mengetahui sejarah negara kita sendiri, melestarikan budaya-budaya yang ada, menjaga lingkungan kita dan pastinya menjaga nama baik negara kita.

2.Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
Kesadaran berbangsa dan bernegara merupakan sikap kita yang harus sesuai dengan kepribadian bangsa yang selalu dikaitkan dengan cita-cita dan tujuan hidup bangsanya. Kita dapat mewujudkannya dengan cara mencegah perkelahian antar perorangan atau antar kelompok dan menjadi anak bangsa yang berprestasi baik di tingkat nasional maupun internasional.

3. Pancasila
Ideologi kita warisan dan hasil perjuangan para pahlawan sungguh luar biasa, pancasila bukan hanya sekedar teoritis dan normatif saja tapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita tahu bahwa Pancasila adalah alat pemersatu keberagaman yang ada di Indonesia yang memiliki beragam budaya, agama, etnis, dan lain-lain. Nilai-nilai pancasila inilah yang dapat mematahkan setiap ancaman, tantangan, dan hambatan.

4.Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara
Dalam wujud bela negara tentu saja kita harus rela berkorban untuk bangsa dan negara. Contoh nyatanya seperti sekarang ini yaitu perhelatan seagames. Para atlet bekerja keras untuk bisa mengharumkan nama negaranya walaupun mereka harus merelakan untuk mengorbankan waktunya untuk bekerja sebagaimana kita ketahui bahwa para atlet bukan hanya menjadi seorang atlet saja, mereka juga memiliki pekerjaan lain. Begitupun supporter yang rela berlama-lama menghabiskan waktunya antri hanya untuk mendapatkan tiket demi mendukung langsung para atlet yang berlaga demi mengharumkan nama bangsa.

5. Memiliki Kemampuan Bela Negara
Kemampuan bela negara itu sendiri dapat diwujudkan dengan tetap menjaga kedisiplinan, ulet, bekerja keras dalam menjalani profesi masing-masing.
Kesadaran bela negara dapat diwujudkan dengan cara ikut dalam mengamankan lingkungan sekitar seperti menjadi bagian dari siskamling, membantu korban bencana sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia sering sekali mengalami bencana alam, menjaga kebersihan minimal kebersihan tempat tinggal kita sendiri, mencegah bahaya narkoba yang merupakan musuh besar bagi generasi penerus bangsa, mencegah perkelahian antar perorangan atau antar kelompok karena di Indonesia sering sekali terjadi perkelahian yang justru dilakukan oleh para pemuda, cinta produksi dalam negeri agar Indonesia tidak terus menerus mengimpor barang dari luar negeri, melestarikan budaya Indonesia dan tampil sebagai anak bangsa yang berprestasi baik pada tingkat nasional maupun internasional. 

Faktor-Faktor Pendukung Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
Beberapa faktor pendukung untuk terciptanya kesadaran berbangsa dan bernegara  :
1.Tingkat ke-amanahan seorang pejabat.
2.Pemerataan kesejahteraan setiap daerah.
3.Keadilan dalm memberikan hak dan kewajiban semua rakyat
4.Kepercayaan kepada wakil rakyat atau pemerintahan
5.Tegasnya hukum dan aturan pemerintahan.
6.Rasa memiliki dan bangga berbangsa Indonesia.
7.Menyadari bahwa berbangsa dan bernegara yang satu.
8.Mengetahui lebih banyak nilai positif dan kekayaan bangsa.


Kesimpulan:
Apabila kita  mengajarkan dan melaksanakan apa yang mrnjadi faktor-faktor pendukung kesadaran berbangsa dan bernegara sejak dini, yakni dengan mengembalikan sosialisasi pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah, juga sosialisasi di masyarakat,niscaya akan terwujud.. Pada pendidikan kewarganegaraan   ditanamkan prinsip etik multikulturalisme, yaitu kesadaran perbedaan satu dengan yang lain menuju sikap toleran yaitu menghargai dan mengormati perbedaan yang ada. Perbedaan yang ada pada etnis dan religi sudah harusnya menjadi bahan perekat kebangsaan apabila antar warganegara memiliki sikap toleran.
Institusi di masyarakat, baik di partai, lembaga, yayasan, organisasi sosial, koperasi, ditumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara melalui pendidikan multikulturalisme. Organisasi sosial-politik , pemuda, olahraga, yayasan, koperasi, tidak bersifat eksklusif, namun mampu bersifat inklusif dengan mengembangkan organisasi dengan penanaman kesadaran berbangsa. . 
Kegiatan dialog  Kesadaran Berbangsa dan Bernegara perlu diselenggarakan dalam rangka mendorong, memupuk, serta meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk meningkatkan kerukunan dan kesejahteraan; serta merumuskan pokok-pokok pikiran tentang peningkatan kesadaran berbangsa dan bernegara sebagai bahan kebijakan pemerintah dalam peningkatan wawasan kebangsaan  bagi pemuda, warga masyarakat. Di era globalisasi ini memang telah  terjadi, suka tidak suka tidak bisa dihindari, jika diambil negatifnya kita akan menjadi berpikiran negatif, akan lebih bijaksana jika kita mengambil segi positifnya agar kita bisa mengikuti kemajuan jaman, dengan tidak mengesampingkan budaya local,dalam rangka kecintaan kita pada tanah airm dengan harapan NKRI tetap terpelihara.(Monica)
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/jurnal-kediklatan/550-kesadaran-berbangsa-dan-bernegara.html

3.      Bagaimana pendidikan karakter yang baik atau ideal menurut anda?

Pendidikan yang bertujuan untuk membangun karakter bangsa sering dibahas dalam waktu-waktu sekarang ini sebagai salah satu strategi pencapaian dari Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa dalam Rencana Pembangunan jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Misi pembangunan nasional memposisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam,  beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi Iptek.

Kebijakan ini bukannya dicetuskan tanpa alasan, karena ada begitu banyak gejala yang mengindikasikan kemerosotan karakter bangsa ini. Apabila kita melihat pada bagian yang terkait dengan pendidikan saja, sudah banyak kasus-kasus menyedihkan yang terjadi, diantaranya kasus tawuran pelajar dan mahasiswa, perjokian dalam penerimaan mahasiswa baru atau pegawai negeri, penyuapan, makelar kasus dan perkara, perselingkuhan, korupsi dan drama memalukan anggota DPR yang sebenarnya memiliki latar pendidikan tinggi, namun memiliki karakter perilaku yang perlu ditingkatkan (Triatmarto,2010).

Kemerosotan karakter ini terkait dengan kecenderungan masyarakat maupun sekolah sekadar memacu siswa untuk memiliki kemampuan akademik tinggi tanpa diimbangi pembentukan karakter yang kuat dan cerdas. Upaya sekolah maupun orangtua agar murid atau anaknya mencapai nilai akademis tinggi sangat kuat, tapi mengabaikan hal-hal yang non akademis. Saat ini tidak jarang para lulusan termasuk lulusanperguruan tinggi, banyak yang tidak memiliki karakter yang kuat dan cerdas. Selain itu saat ini jumlah pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas seperti yang diharapkan juga terbatas jumlahnya. Pergeseran fungsi pendidikan juga terjadi dalam realita bahwa pendidikan berlangsung di tengah-tengah perubahan masyarakat. Pembangunan manusia lewat pendidikan bergeser fungsinya dari fungsi menanamkan ideologi dan mewariskan nilai-nilai budaya bangsa kepada generasi baru ke fungsi ekonomis, yakni mempersiapkan tenaga kerja untuk bisa berpartisipasi dalam proses produksi.
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.

No comments:

Post a Comment