Cici
Hizwati ( 131714033 )
Desi
Natania ( 131714048 )
Desi
Novitasari ( 131714076 )
Ely
Rahmawati ( 131714080 )
Eko
Cahyo H ( 131714037 )
Erni
Trisnawati (131714005 )
Fitri
Mayansari (131714077 )
Problematika
pendidikan di indonesia
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam
melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan
nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga
Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.
Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.
Masalah
pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia
sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar
berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat
mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber
belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun
konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat
pembangunan.
Oleh
karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi dalam
pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai
diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan
pada butir tentang masalah mutu pendidikan. Khusus pendidikan formal atau
pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki
fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan
pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif
dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan saksama.
Pada
jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan
pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada
seluruh warga Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang
pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan
pemertaan didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu
minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan
masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai
keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu
diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan
keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi
bidang-bidang yang baru dan langka.
2.
Masalah Mutu Pendidikan
Mutu
pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian
dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk
kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk
penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi
mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan
pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah
keluaran dari sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri,
anggota masyarakat yang sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain
keluaran ini mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut
adalah nurturant effect. Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan
ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu
sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk
tersebut tidak mudah. Dan pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan
hasil belajar yang sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal
hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang
bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya
hasil belajar yang bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan
menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa
hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan
lebih terletah pada masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancara
pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari
peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar.
3.
Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada
hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama
dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia. Efesiensi artinya dengan
menggunakan tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang
sebesar-besarnya. Jadi, sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan
dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak
diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun swasta,
pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran
depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para
ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang
efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop-out, banyak anak
yang belum dapat pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan
kurang dapat pelayanan yang semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang
luar biasa cerdas dan genius. Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan
bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk
mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran
dikatakan efisiensinya tinggi.
Beberapa masalah efisiensi
pendidikan yang penting adalah:
a)
Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b)
Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c)
Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d) Masalah
efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah
ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan.
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjanagn antara stok tenaga yang tesedia
dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakgir ini
jatah pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga
lapangan. Sedangkan persediaan tenaga siap di angkat lebih bear daripada
kbutuhan di lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang
tersedia tidak segera difungsikan. Ini terjadi kemubadziran yang terselubung,
karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali melalui
pengabdian. Dan tenaga kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untk
berwirausaha.
Masalah
penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami
kepincanagn, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah
menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah
kelebihan, sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena
terbatasnya jatah pengangkatan sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah
tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi
diluar kewenangannya, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro
telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya
jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga kerja yang tesedia
didaerah terpencil.
4.
Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah
relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan
dengan pembangunan nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan
masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang. Pendidikan
merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu,
perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan
pembangunan nasional tersebut. Telah
dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber
daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh
mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional.
Luaran
pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka
ragam seperti sektor produksi, sektor jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari
segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi
semua sektor pembangunan baik yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan
dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi
seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan
kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada
antara lain sebagai berikut:
a)
Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b)
Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah
siap kembang.
c)
Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai
pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak
tersedia.
Dari keempat macam masalah
pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
a)
Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga Negara
yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu satuan pendidikan.
b)
Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan pendidikan
dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c)
Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d) Produknya
yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Pada
dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya
pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Ada dua faktor
yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belum
dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan
kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan
dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian
mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu
banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum
mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun
demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya tersebut,
terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan
ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan yaitu memberikan
bekal dasar kepada warga Negara agar dapat menerima informasi dan memiliki
pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam
pembanguanan.Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan
erat dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak
dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena
kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya
pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak
efisien. Hasil pendidikan belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan
masyarakat pembangunan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia
1.
Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak
macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
langkah-langkah ditempuh melalui cara konvesional dan cara inovatif.
Cara konvesional antara lain:
a)
Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
b)
Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan
sore).
Sehubungan
dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat yang kurang mampu agar mau
menyekolahkan anaknya.
Cara Inovatif antara lain:
Sistem
pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau inpact sistem,
sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
a) SD
kecil pada daerah terpencil
b)
Sistem guru kunjung
c) SMP
terbuka
d) Kejar
paket A dan b
e)
Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka.
2.
Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Meskipun
untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan,
namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada
perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen
tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas
proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil
pendidikan.
Upaya
pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai
berikut:
a)
Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta dan
PT.
b)
Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c)
Penyempurnaaan kurikulum
d)
Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e)
Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f)
Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g)
Kegiatan pengendalian mutu.
No comments:
Post a Comment